Mengenal Label Pangan Olahan
Dasar hukum label pangan olahan diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, dan Peraturan Badan POM Nomor 20 Tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Badan POM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Pelabelan pangan bertujuan untuk memberi informasi yang benar dan jelas kepada masyarakat tentang setiap produk pangan yang dikemas sebelum membeli. Ketentuan ini tidak berlaku untuk pangan yang dibungkus di hadapan pembeli. Setiap orang yang memproduksi pangan yang dikemas ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label yang terletak pada bagian kemasan serta mudah dilihat dan dibaca.
Pengaturan pelabelan bertujuan menjadi acuan bagi pelaku usaha dalam mencantumkan label pangan olahan. Sementara bagi pemerintah, pengaturan menjadi alat pengawasan pangan olahan.
Label pangan olahan sendiri adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk lain yang disertakan pada produk pangan, ditempelkan pada atau merupakan bagian dari kemasan pangan. Label harus ditulis dan dicetak dalam bahasa Indonesia. Istilah asing dapat digunakan setelah terlebih dahulu dicantumkan ke dalam bahasa Indonesia.
Keterangan pada label yang berbentuk tulisan wajib dicantumkan secara teratur, jelas, mudah dibaca, dan proporsional dengan luas permukaan label. Yang dimaksud dengan proporsional adalah seimbang antara ukuran tulisan nama jenis, nama dagang, atau informasi yang dicantumkan pada label dengan ukuran luas permukaan label.
Label pangan memuat antara lain keterangan berupa peringatan yang meliputi: (1) peringatan terkait penggunaan pemanis buatan; (2) keterangan tentang proses pembuatan yang bersinggungan atau menggunakan fasilitas bersama dengan bahan bersumber babi; (3) keterangan tentang alergen; (4) peringatan pada label minuman beralkohol; (5) peringatan pada label produk susu.
Sementara itu, keterangan minimal yang dicantumkan dalam label pangan olahan adalah: (1) nama produk; (2) daftar bahan; (3) berat atau isi bersih; (4) nama dan alamat pihak yang produksi atau mengimpor; (5) halal bagi yang dipersyaratkan; (6) tanggal dan kode produksi; (7) keterangan kedaluwarsa; (8) nomor izin edar; dan (9) asal bahan pangan tertentu. Keterangan tentang nama produk, berat atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang produksi atau mengimpor, halal bagi yang dipersyaratkan, keterangan kedaluwarsa, dan asal bahan pangan wajib dicantumkan pada bagian yang paling mudah dilihat dan dibaca, yakni bagian sisi pandang yang terlihat ketika produk dipajang.
Jika distribusi pangan olahan tidak dilakukan oleh pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor produk pangan tersebut, maka wajib dicantumkan keterangan “tidak untuk diperdagangkan secara eceran”, “tidak untuk dikemas ulang”, “hanya untuk kebutuhan hotel, restoran, dan katering”, atau dengan menggunakan kalimat yang semakna. Pangan olahan yang dijual oleh produsen secara langsung kepada pelaku usaha untuk diolah kembali menjadi pangan olahan lainnya dan pangan olahan yang didistribusikan oleh distributor yang ditunjuk langsung oleh produsen atau importir kepada pelaku usaha untuk diolah kembali menjadi pangan olahan lainnya dikecualikan dari kewajiban ini.
Apabila pangan olahan telah diatur dalam SNI yang diberlakukan wajib, penggunaan nama jenis pangan olahan harus sesuai dengan ketentuan SNI. Jika nama jenis pangan olahan belum ditetapkan dalam kategori pangan, penggunaan nama jenis pangan olahan harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kepala Badan POM.
Selanjutnya mengenai daftar bahan dalam label kemasan wajib mencantumkan bahan yang digunakan dalam proses produksi pangan meliputi bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong. Pencantuman daftar bahan yang digunakan harus didahului dengan tulisan “daftar bahan”, “bahan yang digunakan”, “bahan-bahan”, atau “komposisi” nama bahan yang lazim, lengkap, dan tidak berupa singkatan. Daftar disusun secara berurutan dimulai dari bahan yang digunakan paling banyak. Daftar tidak boleh menggunakan istilah lain selain yang tercantum dalam peraturan.
Terkait bahan tambahan pangan (BTP), cara pencantuman BTP dalam daftar bahan mencantumkan nama golongan BTP. Khusus untuk BTP antioksidan, pemanis (alami atau buatan), pengawet, pewarna, dan penguat rasa, harus dicantumkan nama jenis dan khusus untuk BTP pewarna disertai nomor indeks. BTP perisa dan BTP ikutan (carry over) harus dicantumkan setelah bahan yang mengandung BTP golongan antioksidan, pemanis (alami atau buatan), pengawet, pewarna, dan penguat rasa.
Pangan olahan tanpa BTP dapat mencantumkan keterangan tanpa BTP. Ini meliputi pangan olahan tanpa BTP pemanis buatan, pengawet, pewarna sintetik, antioksidan, dan penguat rasa. Informasi tanpa BTP pada label pangan meliputi: (a) tanpa pemanis buatan; (b) tanpa pengawet; (c) tanpa pewarna sintetik; (d) tanpa antioksidan; dan/atau (e) tanpa penguat rasa.
Informasi tanpa BTP dicantumkan setelah daftar bahan yang digunakan. Keterangan tanpa BTP tidak boleh ditonjolkan. Informasi tanpa BTP tidak dapat dicantumkan untuk jenis BTP yang beririsan fungsi dengan zat nilai gizi.
Pencantuman peringatan pada label pangan olahan yang mengandung pemanis buatan wajib memuat tulisan: “Mengandung pemanis buatan, disarankan tidak dikonsumsi oleh anak di bawah 5 (lima) tahun, ibu hamil, dan ibu menyusui”. Keterangan pada pangan olahan untuk penderita diabetes atau makanan berkalori rendah yang menggunakan pemanis buatan wajib memuat tulisan: “Untuk penderita diabetes dan/atau orang yang membutuhkan makanan berkalori rendah”.
Pada keterangan pangan olahan yang menggunakan pemanis buatan aspartam, wajib dicantumkan peringatan: “Mengandung fenilalanin, tidak cocok untuk penderita fenilketonurik”. Pada keterangan pangan olahan yang mengandung poliol, wajib dicantumkan peringatan: “Konsumsi berlebihan mempunyai efek laksatif”.
Kemudian mengenai berat bersih/isi bersih dan bobot tuntas, informasi ini dicantumkan dalam satuan metrik. Berat berat/isi bersih dan bobot tuntas dicantumkan pada bagian yang paling mudah dilihat dan dibaca oleh konsumen.
Ukuran berat bersih padat menggunakan ukuran milligram (mg), gram (g), kilogram (kg). Ukuran isi bersih cair menggunakan ukuran mililiter (ml atau mL), liter (atau L). Ukuran berat bersih semipadat dapat menggunakan berat bersih atau isi bersih.
Tentang keterangan halal bagi yang dipersyaratkan, pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor pangan olahan yang dikemas eceran untuk diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib mencantumkan keterangan halal setelah mendapatkan sertifikat halal. Keterangan halal dicantumkan pada bagian yang paling mudah dilihat dan dibaca oleh konsumen. Ketentuan penerapan logo halal Berdasarkan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penerapan Label Halal yang mulai berlaku pada 1 maret 2022. Label halal yang ditetapkan oleh MUI masih dapat digunakan dalam jangka waktu 5 tahun sejak Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2019 diundangkan (berlaku sampai 2 Februari 2026).
Terkait tanggal dan kode produksi, wajib dicantumkan pada label dan diletakkan pada bagian yang mudah dilihat dan dibaca. Ia memuat informasi mengenai riwayat produksi pangan dengan label didahului tulisan “Kode Produksi” diikuti nomor batch dan waktu produksi.
Keterangan kedaluwarsa adalah batas akhir suatu pangan olahan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk produsen. Keterangan kedaluwarsa ditempatkan pada bagian yang paling mudah dilihat dan dibaca. Kemudian, keterangan kedaluwarsa didahului tulisan: “Baik digunakan sebelum” dan dinyatakan dalam tanggal, bulan, dan tahun. Dalam hal pangan olahan dengan masa simpan kurang dari tiga bulan, keterangan kedaluwarsa yang dicantumkan meliputi tanggal, bulan, dan tahun, sedangkan untuk pangan olahan dengan masa simpan lebih dari tiga bulan, keterangan kedaluwarsa yang dicantumkan meliputi tanggal, bulan, dan tahun atau bulan dan tahun saja.
Keterangan kedaluwarsa dapat dicantumkan terpisah dari tulisan “Baik digunakan sebelum”, dan disertai dengan petunjuk tempat pencantuman tanggal kedaluwarsa. Jika tanggal kedaluwarsa sangat dipengaruhi oleh cara penyimpanan, maka cara penyimpanan harus dicantumkan pada label dan berdekatan dengan keterangan kedaluwarsa.
Pangan olahan yang tidak perlu mencantumkan keterangan tanggal kedaluwarsa, yaitu:
- minuman yang mengandung alkohol paling sedikit 7% (tujuh persen), antara lain anggur (grape wine), still grape wine, anggur sparkling dan semi sparkling, anggur fortifikasi, anggur liqueur dan anggur manis, anggur buah, anggur beras, anggur beras ketan, anggur brem bali, anggur sayur (vegetable wine), tuak, anggur tonikum kinina, sake, mead, anggur madu, dan minuman spirit yang mengandung etanol lebih dari 15% (sesuai dengan kategori pangan);
- cuka; dan
- roti dan kue yang mempunyai masa simpan kurang dari atau sama dengan 24 jam. Namun, pangan olahan di atas harus mencantumkan tanggal produksi dan tanggal pengemasan.
Untuk produk impor, jika tercantum petunjuk penyimpanan khusus dalam bahasa aslinya, maka harus dicantumkan juga petunjuk penyimpanan tersebut dalam bahasa Indonesia seperti penulisan “setelah dibuka, simpan dalam lemari es” dan “simpan di tempat yang sejuk dan kering”.
Terkait nomor izin edar, pencantuman nomor izin edar pangan olahan produk dalam negeri harus diawali dengan tulisan “BPOM RI MD” yang diikuti dengan digit angka. Sementara, pencantuman nomor izin edar pangan olahan produk impor harus diawali dengan tulisan “BPOM RI ML” yang diikuti dengan digit angka.
Nomor izin edar yang dicantumkan pada label harus sesuai dengan nomor pendaftaran pangan yang tercantum pada izin edar. Jika pangan olahan merupakan pangan olahan industri rumah tangga, pada label harus dicantumkan tulisan “P-IRT” diikuti nomor Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPP-IRT). Jenis produk yang dapat didaftarkan sebagai PIRT tercantum dalam Peraturan BPOM Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pedoman Pemberian Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga.[]