Ancaman Pemalsuan Madu dan Cara Bijak Memilih Madu Asli
Siapa yang tak mengenal madu? Pangan yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga ini telah dihargai di sepanjang sejarah manusia berkat manfaatnya kesehatan. Madu memiliki tempat tersendiri yang penting dalam pengobatan tradisional serta dalam penggunaan sehari-hari demi mendapatkan manfaat kesehatannya: sifat antimikroba dan antibakteri, sifat antioksidan, dan sifat anti-inflamasi.
Nah, di bulan puasa seperti saat ini, madu juga kerap dianjurkan untuk dikonsumsi. Karena mengandung glukosa dan fruktosa, madu dinilai mampu memberi energi alami bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa. Madu juga memiliki enzim yang dapat mengurangi masalah pencernaan yang mungkin terjadi selama berpuasa. Menjaga keseimbangan cairan tubuh juga salah satu manfaat yang bisa diperoleh dari madu saat kita berpuasa.
Namun, kita harus berhati-hati dalam memilih produk madu di pasaran. Ini karena dalam satu dekade terakhir, isu pemalsuan madu muncul di sejumlah negara, tak terkecuali di Indonesia.
Pada 2011, di Amerika Serikat, seperti dilaporkan oleh Food Safety News, tiga perempat madu yang dijual di toko-toko telah difilter secara ekstensif, sehingga polen atau serbuk sarinya hilang. Lalu, pada 2020, ada kabar dari India bahwa perusahaan-perusahaan besar penjual madu di negara itu mencampur madu mereka dengan sirup gula, sebagaimana diberitakan oleh The Times of India. Kasus pemalsuan madu lainnya terjadi di Australia, seperti dilaporkan oleh ABC News pada 2018, dan di Indonesia (di Banten), pada 2020 seperti diberitakan oleh Kompas.
Kasus-kasus di atas bisa jadi hanyalah puncak gunung es. Maksudnya, bukan tak mungkin ada pemalsuan madu yang tak terungkap. Alhasil, kita sebagai konsumen harus tetap waspada dan bijak.
Mari kita coba mendalami kasus pemalsuan madu di Amerika Serikat dan India untuk mengetahui bagaimana modusnya dan untuk apa madu dipalsukan.
Pada 2011, Food Safety News menguji 60 sampel madu yang dibeli dari 10 negara bagian dan Distrik Columbia. Hasil ujinya mengejutkan karena 76 persen sampel yang diambil dari toko kelontong dan 77 persen sampel yang diambil dari toko eceran besar ternyata tidak mengandung polen atau serbuk sari. Menurut standar Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat (Food and Drug Administration—FDA), madu tanpa serbuk sari bukanlah madu, alias madu palsu.
Penghilangan serbuk sari dari madu dilakukan melalui proses ultrafiltrasi (penyaringan ultra). Proses ini menghasilkan madu yang tampak sangat jernih. Sayangnya, madu tanpa serbuk sari telah kehilangan banyak manfaat kesehatannya. Madu tanpa serbuk sari juga sulit untuk dilacak asalnya, baik secara geografis maupun botanis.
Mengapa produsen madu melakukan hal semacam itu?
Salah satu alasan, menurut Food Safety News, adalah untuk mengaburkan asal madu. Ini bertujuan untuk menghindari tarif impor besar yang diberlakukan otoritas Amerika Serikat, terutama terhadap produk madu dari Cina.
Beberapa alasan lainnya adalah untuk memperpanjang masa simpan. Proses pemurnian ultrafiltrasi, yang bisa menghilangkan serbuk sari dan partikel lainnya dari madu, bisa membuat madu lebih jernih dan mengurangi kecenderungan kristalisasi. Madu yang lebih jernih dan stabil ini bisa memiliki masa simpan yang lebih lama, sehingga dapat mengurangi risiko kerugian karena kedaluwarsa.
Selain itu, menghilangkan serbuk sari bisa membuat penampilan madu lebih menarik karena lebih jernih. Dalam beberapa kasus, konsumen bersedia membayar lebih untuk madu dengan penampilan seperti ini.
Untuk diketahui, polen atau serbuk sari adalah unsur alami di dalam madu yang terbawa ke sarang lebah saat lebah mengumpulkan nektar dari bunga. Polen ini kemudian bercampur dengan nektar yang disimpan oleh lebah sebelum kemudian menjadi madu.
Polen dalam madu memiliki manfaat kesehatan (mengandung nutrisi penting seperti protein, vitamin, mineral, dan enzim) dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi asal geografis dan botanis madu. Ini karena setiap tumbuhan memiliki polen yang unik. Alhasil, keberadaan polen dalam madu juga sering dianggap sebagai penanda madu murni, alias madu yang belum melalui proses penyaringan ultra (ekstensif) atau pencampuran dengan bahan lain.
Sejak laporan Food Safety News, sejumlah perkembangan telah terjadi, baik dari segi hukum, sains, maupun pengawasan otoritas berwenang. Otoritas hukum di Amerika Serikat mengungkap sejumlah jaringan penyelundupan madu, termasuk di antaranya penyelundupan madu dari Cina melalui berbagai negara lain untuk menghindari tarif impor.
Kemudian, sejumlah penelitian ilmiah telah dilakukan untuk mengembangkan metode yang lebih akurat dan efisien dalam mendeteksi madu palsu. Teknologi seperti spektroskopi inframerah, kromatografi cair, dan analisis DNA telah digunakan untuk mengidentifikasi komposisi madu dan adanya bahan tambahan atau pemalsuan.
Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat juga menerapkan standar dan regulasi yang lebih ketat terkait impor, label, dan pengujian madu. Misalnya, FDA mengharuskan perusahaan yang mengimpor madu untuk menyertakan informasi tentang asal dan komposisi madu pada label produk.
Beberapa produsen madu dan asosiasi industri juga telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas dan keaslian produk madu mereka, seperti menerapkan proses pengujian yang lebih ketat, sertifikasi, dan pelacakan asal madu. Sejumlah perusahaan juga telah bekerja sama dengan laboratorium independen dan peneliti untuk memastikan keaslian madu mereka.
Walaupun ada tindak lanjut dan kemajuan dalam mengatasi kasus pemalsuan madu, isu ini masih bisa berlanjut, sehingga memerlukan perhatian lebih lanjut dari pemerintah dan industri, serta membutuhkan kehati-hatian dan kewaspadaan konsumen saat membeli madu.
Berbeda dengan kasus di Amerika Serikat, madu di India dicampur dengan sirup gula. Kasus ini terjadi pada 2020 dan merupakan skandal yang melibatkan beberapa merek madu terkenal di negara tersebut.
Awalnya adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centre for Science and Environment (CSE), sebuah lembaga penelitian dan advokasi lingkungan berbasis di New Delhi. CSE menguji sampel madu dari 13 merek ternama menggunakan metode canggih yang disebut “Nuclear Magnetic Resonance (NMR)” di laboratorium di Jerman. Hasil pengujian menunjukkan 10 dari 13 merek madu populer tersebut telah mencampur madu mereka dengan sirup gula untuk meningkatkan profit.
Setelah pengungkapan skandal ini, otoritas India, termasuk Food Safety and Standards Authority of India (FSSAI), meninjau kembali standar dan metode pengujian madu. Mereka antara lain mulai mewajibkan NMR sebagai standar wajib untuk pengujian madu di India.
Badan Kesehatan Dunia atau WHO sebenarnya memiliki apa yang disebut “Codex Alimentarius”. Ini koleksi standar internasional terkait pangan yang dikembangkan oleh WHO bersama dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO). Untuk madu, standar ini dikenal sebagai “Codex Standard for Honey” (CODEX STAN 12-1981).
Ia mencakup persyaratan kualitas, komposisi, dan pelabelan untuk madu yang diperdagangkan secara internasional. Di dalamnya, madu didefinisikan sebagai bahan alami yang manis dan dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga. Dari sisi komposisi, madu harus terdiri dari fruktosa, glukosa, air, serta zat-zat lain, seperti polen atau serbuk sari, enzim, asam organik, dan mineral. Standar ini juga menetapkan batasan maksimum untuk kontaminan, seperti residu pestisida dan logam berat.
Kemudian, madu harus memenuhi persyaratan kualitas tertentu yang mencakup tingkat kejernihan, kadar air, keasaman, dan kadar gula terlarut. Madu juga harus bebas dari fermentasi, bau dan rasa asing, serta zat-zat yang tidak diizinkan.
Dari sisi pelabelan, standar tersebut mewajibkan label berisikan nama produk, daftar bahan, serta informasi tentang produsen, pengimpor, atau distributor. Label juga harus mencakup negara asal, dan jika madu berasal dari lebih satu negara, hal tersebut harus juga dicantumkan. “Codex Alimentarius” juga mencantumkan metode pengujian yang diterima secara internasional untuk menentukan komposisi dan kualitas madu, seperti metode untuk mengukur kadar air, keasaman, dan kontaminan.
Apa yang harus dilakukan konsumen
Untuk memastikan keaslian madu, berikut-berikut beberapa hal yang disarankan untuk dilakukan konsumen saat membeli madu.
- Periksa label: baca label produk dengan seksama. Pastikan label mencakup informasi seperti nama produsen, daftar bahan, berat bersih, dan informasi produsen atau distributor. Perhatikan juga apakah ada sertifikasi kualitas, seperti sertifikasi organik atau halal.
- Beli dari produsen terpercaya: pilih madu dari produsen yang memiliki reputasi baik dan dikenal karena kualitas produknya. Mereka lebih mungkin untuk menjual madu asli yang mengandung polen atau serbuk sari.
- Perhatikan tekstur dan warna: madu asli biasanya memiliki tekstur lebih kental dan tidak mudah mengalir. Madu yang mengandung serbuk sari mungkin memiliki warna yang lebih gelap dan tekstur yang lebih kasar karena adanya partikel serbuk sari.
- Harga: madu asli dan berkualitas biasanya dihargai lebih tinggi daripada madu palsu atau madu yang serbuk sarinya telah dihilangkan. Jika harga madu terlalu murah, ini bisa menjadi tanda bahwa madu tersebut tidak asli.
- Tes kristalisasi: madu asli cenderung mengkristal seiring waktu, sedangkan madu palsu atau madu yang serbuk sarinya telah dihilangkan cenderung tetap cair. Jika madu yang Anda beli telah mengkristal, ini mungkin menunjukkan keasliannya.
Namun, perlu dicatat bahwa langkah-langkah rumahan di atas tidak selalu akurat dan tidak dapat menggantikan analisis laboratorium.[]
Sumber:
Andrew Schneider. 15 Agustus 2011. “Tests Show Most Store Honey Isn’t Honey”. Food Safety News. https://www.foodsafetynews.com/2011/11/tests-show-most-store-honey-isnt-honey/
Kamini Mathai. 2 Desember 2020. “Most Honey Brands Are Adulterated with Sugar, Study Finds”. The Times of India. https://timesofindia.indiatimes.com/business/india-business/most-honey-brands-are-adulterated-with-sugar-study-finds/articleshow/79534309.cms. Laura Gartry & Dominique Schwartz. 3 September 2018. “Capilano, supermarket accused of selling ‘fake’ honey”. ABC News Australia. https://www.abc.net.au/news/2018-09-03/capilano-and-supermarkets-accused-of-selling-fake-honey/10187628