Skip to main content
  • Administrator

Danone Aqua ‘Rajai’ Timbulan Sampah Plastik di Bali

Danone Aqua merajai timbulan sampah plastik yang berhasil dijaring dari sungai-sungai di Bali sejak Oktober 2020 hingga Desember 2021. Demikian dilaporkan Sungai Watch, sebuah organisasi lingkungan yang berfokus pada upaya mencegah aliran sampah plastik dari sungai ke laut.

Dalam laporan audit merek bertajuk “Impact Report 2021”, Sungai Watch menyebut merek Danone Aqua ditemukan pada 27.486 potong sampah atau 12 persen dari total 227.842 potong sampah yang berhasil dijaring oleh penahan sampah (trash barrier) hasil rancangan mereka. Setelah Danone, secara berurutan menyusul Wings Surya (14.409 potong sampah); Orang Tua (14.251); Santos Jaya Abadi (11.196); Unilever (9.034); Indofood (8.720); Mayora (8.118); Coca-Cola (8.009); GarudaFood (5.203); dan Siantar Top (4.143).

Dalam waktu satu tahun, Sungai Watch berhasil memasang penahan sampah (trash barrier) di 105 titik di sungai-sungai di Bali. Ratusan penahan ini (yang berada sekitar 30-40 sentimeter di bawah permukaan air sehingga tak mengganggu biota laut) berhasil menjaring 393.749 kilogram sampah organik (54 persen) dan 333.336 kilogram sampah non-organik (46 persen).

Di antara sampah non-organik, 89 persennya merupakan plastik, 8 persen kaca, 2 persen kain, dan 1 persen logam (terutama alumunium). Dari jumlah tersebut, 53 persennya bermerek sementara 47 persen sisanya tidak bermerek (biasanya kantong plastik, sandal jepit, sedotan plastik, dan stirofoam wadah makanan).

Dari timbulan sampah bermerek yang totalnya mencapai 227.842 potong itu, Sungai Watch mengidentifikasi 550 perusahaan dan lebih daripada 800 merek. Berdasarkan desain dan bahan bakunya, sampah bermerek terbanyak secara berturut-turut adalah saset dengan 69.825 potong (30,6%), gelas plastik dengan 67.242 potong (29,5%), botol plastik PET dengan 38.614 potong (16,9%), plastik keras HDPE dengan 36.253 potong (15,9%), kaca dengan 8.811 potong (3,9%), dan logam dengan 7.097 potong (3,1%).

“Kami berharap data ini bisa membantu memicu perbincangan konstruktif seputar pengemasan produk, penerapan titik pengumpulan (sampah), sistem deposit, dan tanggung jawab produsen yang diperluas,” demikian Sungai Watch menulis dalam laporannya.

Tanggung jawab produsen yang diperluas adalah juga amanat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Dalam beleid ini, perusahaan bertanggung jawab dari hulu hingga hilir: dari desain kemasan produk (seperti penggunaan bahan baku yang mudah terurai serta ukuran yang diperbesar sehingga mudah dikumpulkan) hingga saat produk mereka menjadi sampah (seperti kewajiban pelaporan, pengumpulan, dan juga pendauran ulang).

Problemnya adalah perusahaan, terutama yang besar-besar, belum sepenuhnya melaksanakan peraturan tersebut. “Peraturan ini adalah salah satu implementasi Extended Producers Responsibility (EPR) yang sejauh ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh produsen,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya, KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, seperti dikutip oleh berbagai media.

Sebagai contoh, kemasan saset di bawah 50 mililiter sudah harus dihentikan produksinya tapi ternyata masih banyak perusahaan yang menggunakan kemasan mini ini. Dari total 227.482 potongan sampah, 30,64 persen di antaranya adalah saset. Tiga besar perusahaan penyampah terbanyak dalam kategori saset adalah Santos Jaya Abadi (kebanyakan kemasan kopi sasetan), Indofood (umumnya kemasan mie instan), dan Unilever (detergen, sabun, dan sampo).

Menurut Sungai Watch, saset menjadi pilihan yang ekonomis dan nyaman, baik untuk produksi maupun konsumsi. Tapi, sampah kemasan ini berukuran kecil sehingga sukar dikumpulkan dan mudah tercecer di lingkungan, berbahan plastik multilayer sehingga sulit untuk didaur ulang dan dianggap sebagai material daur ulang yang bernilai jual rendah.

Begitu juga yang terjadi dengan sampah kemasan gelas dan botol plastik. Peraturan Menteri sudah mengamanatkan penghentian produksi kemasan plastik di bawah satu liter. Artinya, jangankan gelas air minum dalam kemasan (AMDK) berukuran 220 mililiter, AMDK botol plastik berukuran 600 mililiter sudah seharusnya tidak ada.

Namun demikian, Danone sebagai penguasa pasar AMDK dengan mereka “Aqua” masih saja memproduksi kemasan-kemasan berukuran tersebut. Dari 67.242 potong sampah gelas plastik, Danone menyumbang 14.147 potong sampah atau 21,03 persen, yang sepenuhnya merupakan produk AMDK gelas. Orang Tua dan Wings Surya menyusul di urutan ke-2 dan ke-3 masing-masing dengan 13.270 potong sampah atau 19,73 persen (utamanya teh gelas) dan 5.594 potong sampah atau 8,31 persen (utamanya teh gelas dan soft drink).

Danone kembali mendominasi sampah kategori botol plastik PET dengan 12.352 potong sampah atau sekitar 31,98 persen. Diikuti oleh Coca-Cola dengan 6.500 potong sampah (16,83 persen) dan Mayora dengan 5.535 potong sampah (14,33 persen). Dalam kategori ini, sebagian besarnya produk Danone adalah AMDK merek “Aqua”, sedangkan Coca-Cola adalah soft drink serta Mayora adalah AMDK merek “Le Minerale” dan teh merek “Teh Pucuk Harum”.

Menurut Sungai Watch, meskipun gelas dan botol plastik umumnya berbahan baku yang mudah didaur ulang, seringkali sebagian besar sampahnya sudah bercampur dengan pasir dan tanah. Kondisi seperti ini menyebabkan sampah-sampah itu sulit untuk didaur ulang dan bernilai jual rendah.

Bali sendiri mempunyai 372 sungai. Lebih daripada 90 persen penduduk Bali hidup di sekitar 1 kilometer dari sungai. Menurut studi yang dilakukan oleh Bali Partnership (sebuah tim yang terdiri dari pemerintah Bali dan sejumlah organisasi lingkungan), setidaknya 33.000 ton sampah plastik memasuki sungai-sungai di Bali setiap tahunnya. Itu sama saja dengan 90 ton setiap harinya.

Menurut Sungai Watch, problem utama dari persoalan ini adalah kurangnya infrastruktur pengumpulan, pemilahan, dan pengelolaan sampah. Problem lainnya adalah kesenjangan pengetahuan tentang pembuangan sampah ramah lingkungan. Akibatnya, masih sangat banyaknya sampah yang dibuang di sungai, tempat-tempat pembuangan tak resmi di pinggiran sungai, dan tempat terbuka lainnya.[]

sampah plastik, danone, timbunan sampah, Bali