Skip to main content
  • Administrator

Kemasan Minuman, Mana yang Lebih “Hijau”: Plastik Vs Kaleng Vs Kaca

Perdebatan seperti judul di atas berulang kali muncul. Tak sedikit orang, termasuk politisi, influencer media sosial, artis, yang kerap menyuarakan penggantian kemasan plastik, terutama PET (polietilena tereftalat), dengan aluminium atau kaca sebagai wadah atau kemasan minuman ringan.

Namun, seringkali pula kampanye seperti itu hanya didasarkan pada satu fase dari siklus hidup plastik, yakni ketika telah menjadi sampah atau limbah—dan ini terkait dengan isu budaya membuang, dan bukan pada bahannya itu sendiri. Kampanye anti-plastik sebagai wadah minuman semestinya juga melihat analisis siklus hidup (LCA—Life-Cycle Assessment) terhadap plastik, lalu membandingkannya dengan analisis LCA terhadap alumunium (kaleng) dan kaca.

Seperti kami telah jelaskan pada artikel sebelumnya LCA merupakan cara komprehensif untuk mengetahui bahwa sebuah produk atau proses itu benar-benar “hijau” atau ramah lingkungan. Ini karena LCA merupakan penilaian sistematis yang mengevaluasi dampak lingkungan dari suatu produk sepanjang siklus hidupnya, mulai dari ekstraksi bahan mentah hingga pembuangan.

Nah, salah satu LCA yang melakukan penilaian terhadap kemasan botol plastik PET, kaleng alumunium, dan botol kaca adalah laporan berjudul “Life Cycle Inventory of Three Single-Serving Soft Drink Containers” yang dirilis pada Agustus 2009. Laporan disusun oleh Franklin Associates, sebuah konsultan lingkungan di Amerika Serikat memiliki spesialisasi dalam LCA, untuk PET Resin Association. Laporan ini kemudian direviu oleh panel ahli yang terdiri dari Beth Quay, konsultan independen, Dr. Greg Keoleian dari Universitas Michigan, dan Dr. David Allen dari Universitas Texas.

Laporan ini bertujuan menghitung konsumsi energi dan emisi lingkungan yang terkait dengan tiga wadah minuman ringan (kaleng alumunium, botol kaca, dan plastik PET) pada satu porsi. Laporan ini mengikuti metodologi untuk Life Cycle Inventory (LCI) seperti yang dijelaskan dalam dokumen Standar ISO 14040 dan 14044. Laporan ini menyampaikan analisis “cradle-to-grave” dari sejak ekstraksi bahan baku hingga pembuangan limbah wadah.

Analisis “cradle-to-grave” dari laporan Franklin Associates di atas mengungkap bahwa kemasan plastik PET secara signifikan lebih ramah lingkungan, menghasilkan gas rumah kaca yang lebih sedikit, mengonsumsi energi lebih sedikit, dan menghasilkan limbah lebih sedikit jika dibandingkan dengan wadah aluminium dan kaca. Disebutkan pula, jika kita meninggalkan plastik PET dan beralih ke aluminium, itu akan meningkatkan emisi CO2 dan limbah hingga dua kali lipat, serta penggunaan energi sekitar 50% lebih banyak.

Jenis Wadah Konsumsi Energi (juta BTU) Limbah Padat Berat (pound) Limbah Padat Volume (yard kubik) Gas Rumah Kaca (CO2 ekuivalen)
Kaleng Aluminium 16.0 767 0,95 2766
Botol Kaca 26.6 4457 2,14 4848
Botol Plastik PET 11 302 0,67 1125

Meskipun penting untuk menghindari penggunaan material lebih daripada yang diperlukan, sejumlah perusahaan minuman ringan sejak lama telah mengakui manfaat PET dan beralih dari kaleng aluminium dan botol kaca ke wadah PET untuk mengurangi emisi CO2. Sebuah tinjauan oleh Owen dan Boyd, yang menganalisis beberapa studi yang membandingkan kaca dan aluminium dengan PET pada umumnya menunjukkan plastik PET menghasilkan dampak terendah, apalagi jika dibuat menjadi wadah berukuran lebih besar dan didaur ulang.

Kesimpulan

Berlawanan dengan kepercayaan umum, plastik ternyata adalah pilihan lebih baik daripada katun, logam, kaca, atau kertas, terutama karena beratnya lebih ringan. Untuk aplikasi tertentu, plastik yang diperlukan lebih sedikit daripada bahan alternatif untuk mencapai hasil yang sama.

Untuk menentukan opsi yang paling ramah lingkungan, cukup bandingkan berat item yang berbeda. Misalnya, sedotan plastik beratnya 1 gram dan dapat digunakan beberapa kali, sementara sedotan kertas beratnya 2 gram dan seringkali hanya sekali pakai. Kantong belanja plastik beratnya kurang dari 6 gram sementara kantong kertas beratnya 60 gram, menghasilkan 10 kali lebih banyak limbah.

Mitos bahwa kertas, katun, kaca, dan logam lebih ramah lingkungan daripada plastik telah dibantah oleh banyak analisis siklus hidup (LCA) independen dari seluruh dunia. Plastik umum seperti PE (polietilena), PP (polipropilena), dan PET adalah pilihan yang lebih unggul. Itulah mengapa menggantikan plastik akan menyebabkan peningkatan penggunaan material, konsumsi energi, limbah, dan emisi CO2.

Sumber:

Life Cycle Inventory of Three Single-Serving Soft Drink Containers. August 2009. Franklin Associates, A Division of ERG, Prairie Village, KS.

Owen, Thomas H, and Kaitlin Boyd. 2013. Beverage Container Review. Thompson Rivers University Office of Environment & Sustainability.

plastik, kemasan, lebih hijau, kaleng, botol kaca