Gagal Kendalikan Sampah Plastik, Danone Digugat Aktivis ke Pengadilan
Perusahaan minuman kemasan asal Perancis, Danone, digugat ke pengadilan oleh tiga organisasi lingkungan, demikian dilaporkan oleh The Guardian pada 10 Januari 2023. Ketiganya menuduh Danone gagal mengurangi jejak limbah plastiknya secara signifikan.
Perusahaan yang memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK) mereka Evian di Perancis dan merek Aqua di Indonesia ini dinilai gagal memenuhi tuntutan dalam undang-undang di Perancis, menurut ketiga organisasi tersebut. Undang-undang “tugas kewaspadaan” yang disahkan pada 2017 itu mewajibkan perusahaan-perusahaan multinasional asal Perancis dan rantai pasokan mereka melakukan monitoring terkait hak asasi manusia dan masalah lingkungan. Beleid ini semakin banyak digunakan oleh organisasi non-pemerintah untuk mengawasi dan meminta pertanggungjawaban korporasi multinasional.
Danone sendiri pernah dinobatkan, bersama Coca-Cola, PepsiCo, dan Nestlé, sebagai salah satu dari 10 pencemar plastik teratas di dunia. Ini berdasarkan audit merek yang dilakukan pada Desember 2021.
Rosa Pritchard, pengacara ClientEarth, salah satu organisasi yang menggugat, mengatakan, “Danone beroperasi tanpa rencana serius untuk menangani plastik, padahal ada kecemasan yang jelas dari pakar iklim dan kesehatan serta konsumen, dan kewajiban hukum untuk menghadapi persoalan ini.” Undang-undang tersebut mewajibkan perusahaan untuk mendokumentasikan dampak lingkungan dan sosial dari operasi perusahaan. “Tapi, Danone sepenuhnya diam soal plastik,” tambah Pritchard.
Dalam pernyataan persnya, Danone menolak tuduhan ketiga organisasi lingkungan itu. “Kami sangat terkejut dengan gugatan ini, dan kami membantah keras. Danone telah lama dikenal sebagai pelopor dalam pengelolaan risiko lingkungan, dan kami tetap berkomitmen penuh dan bertekad untuk bertindak secara bertanggung jawab. Kami menerapkan kerangka tindakan komprehensif yang bertujuan untuk mengurangi penggunaan plastik, mengembangkan penggunaan kembali, memperkuat skema pengumpulan dan daur ulang, dan mengembangkan bahan alternatif. Kami telah membuat kemajuan yang signifikan di masing-masing bidang ini, terutama pada pengurangan plastik, dengan, misalnya, penurunan sebesar 12 persen di tingkat global antara 2018 dan 2021.”
Danone menyatakan bahwa mengakhiri polusi plastik tidak dapat dilakukan oleh satu perusahaan saja. Itu membutuhkan mobilisasi semua pihak, publik dan industri. “Inilah sebabnya kami mendukung diadopsinya perjanjian internasional yang mengikat secara hukum di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.”
Gugatan ini hanya salah satu dari beberapa tindakan hukum yang baru-baru ini diajukan ke pengadilan di Paris dengan menargetkan perusahaan pencemar plastik. Organisasi lingkungan Surfrider, ClientEarth, dan Zero Waste France, mengatakan mereka ingin perusahaan-perusahaan menjalankan tanggung jawab atas penggunaan kemasan plastik.
“Kami ingin Danone menerbitkan kembali laporan tanggung jawabnya dan secara khusus memperhitungkan penggunaan plastiknya, termasuk strategi nyata untuk menguranginya,” kata Antidia Citores, juru bicara kampanye perlindungan laut Surfrider Foundation Europe kepada Reuters.
Pada September 2022, organisasi tersebut secara resmi memberi tahu Danone dan memberi kesempatan kepada perusahaan itu untuk memperbaiki “rencana kewaspadaannya”. Danone menjawab surat tersebut, tetapi Surfrider berpendapat tanggapan tersebut tidak memadai dan tidak memenuhi tuntutan mereka.
Undang-undang Perancis di atas dibuat setelah terjadinya bencana “Rana Plaza” pada 2013 di Bangladesh, yang menewaskan 1.100 orang akibat runtuhnya pabrik pakaian yang digunakan oleh merek-merek fesyen Barat. Kurangnya akuntabilitas oleh merek-merek global itu menyebabkan organisasi hak asasi manusia mengkampanyekan tanggung jawab perusahaan yang lebih banyak.
Sebagai korporasi multinasional, Danone hadir di 120 negara, termasuk Indonesia dan Turki. Kedua negara ini juga menerima banyak limbah plastik dari Barat. Terlebih Danone juga menduduki peringkat teratas dalam audit merek pencemar plastik di Indonesia selama tiga tahun terakhir.
ClientEarth mengatakan Danone setiap tahun menggunakan plastik dalam volume lebih daripada 74 kali berat Menara Eiffel. Pada 2021, Danone menggunakan 750.000 ton dan lebih daripada 716.500 ton pada 2020, demikian menurut laporan keuangan perusahaan pada 2021.
Ketiga organisasi tersebut meminta hakim di pengadilan sipil Paris untuk memaksa Danone merilis rencana baru dalam waktu enam bulan. Rencana itu juga mencakup penghapusan plastik.
Kasus ini adalah salah satu dari beberapa tindakan hukum yang diajukan oleh sejumlah LSM setelah perjanjian internasional bersejarah untuk menghentikan gelombang sampah plastik dibuat. Pada Maret 2022, para pemimpin dunia sepakat untuk menyusun perjanjian yang mengikat secara hukum selama dua tahun berikutnya berkaitan dengan siklus hidup penuh plastik dari produksi hingga pembuangan.
Sejauh ini, hanya 9 persen sampah plastik yang pernah didaur ulang. Plastik sulit didaur ulang, lambat membusuk, mahal, dan berpolusi untuk dibakar: mereka terurai menjadi partikel kecil dan ada di mana-mana. Sebagiannya memasuki rantai makanan dan membahayakan hewan.
Selama tujuh dekade terakhir, produksi plastik telah meroket dari 1 juta ton pada 1950 menjadi 460 juta ton pada 2019, dan diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat pada 2060. Sebagian besar limbah plastik berakhir di tempat pembuangan akhir, di insinerator, atau bocor ke lingkungan, demikian menurut data Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD).[]
Sumber:
“Activists Sue French Food Firm Danone over Use of Plastics.” 10 Januari 2023. The Guardian. https://www.theguardian.com/environment/2023/jan/10/activists-sue-french-food-firm-danone-plastics-footprint?s=08.
“We’re Taking Danone to Court over Plastic Pollution.” n.d. www.clientearth.org. https://www.clientearth.org/latest/latest-updates/news/we-ve-issued-legal-warnings-to-nestle-danone-and-others-over-plastic/?utm_source=twitter&utm_medium=social&utm_campaign=danone.