Makanan Ultraproses Makin Dinormalisasi Jadi Asupan Sehari-Hari Anak
Di Inggris, sebuah laporan yang memprihatinkan mengungkap bahwa anak-anak semakin rentan terhadap obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan masalah kesehatan penting lainnya akibat pemerintah menunda inisiatif kebijakan anti-obesitas hingga 2025. Laporan ini merupakan sebuah studi independen yang ditugaskan oleh pemerintah. Ia menyoroti betapa makanan ultra-proses dan makanan tinggi lemak, gula, dan garam semakin dinormalisasi dalam makanan harian anak-anak, terutama dari kalangan keluarga dengan pendapatan rendah.
Terlepas dari pernyataan pemerintah Inggris tentang penanganan obesitas pada anak, strategi utama seperti pembatasan iklan junk food setelah pukul 9 malam, larangan iklan online, dan larangan penawaran promosi yang tidak sehat dari makanan ultra-proses serta makanan tinggi lemak, gula, dan garam telah ditunda penerapannya hingga Oktober 2025. Banyak tindakan yang diusulkan dari strategi itu telah ditinggalkan atau dikurangi secara signifikan.
Unit penelitian obesitas di dalam pemerintah Inggris sendiri kemudian merilis penelitian independen, seperti yang dilaporkan oleh The Guardian, yang memerinci konsekuensi berbahaya dari penundaan ini terhadap kesehatan anak-anak. Penelitian yang dilakukan oleh University of London ini menemukan bahwa pola makan yang kaya akan makanan-makanan tidak sehat itu kini menjadi hal yang biasa di kalangan anak-anak, terutama dari kalangan keluarga yang mengalami kesulitan keuangan.
Tren pola makan ini menempatkan anak-anak pada risiko masalah kesehatan jangka panjang seperti diabetes tipe 2. Laporan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan intervensi kebijakan untuk membuat makanan sehat seperti buah-buahan dan sayuran lebih mudah diakses dan menarik, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah. Sebaliknya, keluarga dengan pendapatan yang lebih tinggi memiliki lebih banyak pilihan untuk memilih makanan yang lebih sehat dan menghindari lingkungan yang menawarkan pilihan yang tidak sehat.
Para peneliti menyerukan untuk segera menerapkan langkah-langkah anti-obesitas untuk mengurangi daya tarik dan prevalensi makanan ultra-proses dan makanan tinggi lemak, gula, dan garam. Rekomendasi tersebut termasuk akses yang lebih luas ke voucher “Healthy Start”, memastikan upah layak yang memberikan pola makan yang sehat, memperkenalkan pendidikan manfaat konsumsi buah dan sayuran di sekolah-sekolah, dan regulasi yang lebih ketat terhadap klaim kesehatan yang menipu pada kemasan.
Paul Coleman, seorang peneliti utama, menekankan normalisasi konsumsi makanan ultra-proses sering dimulai sejak usia anak enam bulan dengan makanan bayi olahan. Dia menunjukkan bahwa kebiasaan makan yang terbentuk di masa kanak-kanak biasanya bertahan hingga dewasa. Ini menghubungkan konsumsi makanan ultra-proses dengan obesitas, diabetes, kanker, dan masalah kesehatan lainnya sejak dini dan akan berdampak di kemudian hari. Bagi keluarga berpenghasilan rendah, keterjangkauan dan masa simpan jajanan yang tidak sehat seringkali membuat mereka tidak memiliki banyak pilihan, terlepas dari pengetahuan mereka tentang risiko kesehatannya.
Di Inggris, obesitas pada anak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan, dengan dua dari lima anak meninggalkan sekolah dasar dalam keadaan kelebihan berat badan, meningkatkan risiko penyakit kronis, masalah kesehatan mental, dan berkurangnya harapan hidup. Coleman mengungkapkan kekecewaannya atas mundurnya pemerintah dari kebijakan anti-obesitas, dan mendesak perubahan mendasar untuk membuat makanan yang tidak sehat menjadi kurang menarik dan pilihan yang sehat lebih mudah diakses.
Kenyataan yang terjadi di Inggris juga dihadapi oleh Indonesia. Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan pada 2019 angka obesitas di Indonesia sekitar 14 persen dan kini meningkat menjadi 25-26 persen. Di samping obesitas, jumlah penderita diabetes juga menjadi persoalan kesehatan yang dihadapi Indonesia. Angka penderita diabetes mencatat kenaikan, yakni mencapai lebih dari 10 persen.
Bahkan, seperti pernah diangkat menjadi laporan utama Harian Kompas, kasus diabetes pada anak di Indonesia juga meningkat. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut kasus diabetes pada anak melonjak hingga 70 kali lipat sejak 2010 hingga awal 2023. Prevalensi diabetes anak pada 2010 adalah 0,028 per 100.000 anak, sementara per Januari 2023 angkanya 2 per 100.000 anak.
Nah, laporan di Inggris tersebut juga mencatat bahwa makanan dan cemilan yang lebih sehat (seperti buah dan sayur) seringkali tiga kali lebih mahal daripada pilihan yang kurang sehat. Ini membuat makanan dan cemilan ultraproses dan tinggi lemak, gula, serta gara, menjadi pilihan yang lebih ekonomis bagi keluarga berpenghasilan rendah. Katharine Jenner, Direktur Aliansi Kesehatan Obesitas, mengkritik pemerintah karena menunda undang-undang yang efektif dapat segera memberi manfaat bagi kesehatan anak-anak.
Menanggapi hal ini, juru bicara pemerintah Inggris menyoroti berbagai upaya yang sedang dilakukan, seperti mendistribusikan jutaan buah dan sayuran kepada anak-anak di sekolah dan mengurangi gula dalam makanan anak-anak. Selain itu, mereka juga menyebutkan penerapan pelabelan kalori di restoran-restoran dan membatasi penempatan produk yang kurang sehat di toko-toko untuk mengurangi pembelian yang tidak sehat secara impulsif.
Sumber:
Gregory, Andrew. 2023. “Health of England’s Children at Risk from Policy Inaction on Obesity, Report Finds.” The Guardian, December 25, 2023. https://www.theguardian.com/uk-news/2023/dec/25/health-england-children-risk-obesity-report.
Anam, Khoirul. 25 September 2023. “RI Darurat Obesitas Dan Diabetes, Kemenkes Lakukan Hal Ini.” CNBC Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20230925165310-4-475397/ri-darurat-obesitas-dan-diabetes-kemenkes-lakukan-hal-ini.
Kompas Cyber Media. 2023. “Diabetes Anak Di Indonesia Meningkat, Bagaimana Mengatasinya? KOMPAS.com. February 19, 2023. https://www.kompas.com/sains/read/2023/02/19/140000323/diabetes-anak-di-indonesia-meningkat-bagaimana-mengatasinya-?page=all.