Skip to main content
  • Administrator

Riset Para Ahli: Kemasan Plastik AMDK Bukan Sumber Mikroplastik

Banyak penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik mencemari ekosistem alam kita, baik di darat, udara, dan terutama perairan. Fakta ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mikroplastik juga telah memcemari bahan pangan kita, terutama air minum. 

Sherri A Mason dan para peneliti dari State University of New York, Fredonia, Amerika Serikat, dalam artikel mereka berjudul, “Synthetic polymer contamination in bottled water” (2018) menemukan bahwa mikroplastik telah mengontaminasi produk air minum kemasan yang diperjualbelikan secara global di sembilan negara, termasuk Indonesia.  Dari 259 total botol yang diteliti, 93 persen menunjukkan tanda-tanda kontaminasi mikroplastik.

Apa itu mikroplastik? Menurut Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) dan Badan Bahan Kimia Eropa (ECHA), mikroplastik adalah fragmen dari semua jenis plastik yang panjangnya kurang dari 5 milimeter (0,20 inci). Istilah ini sebenarnya diperkenalkan belum lama, yakni pada 2004, oleh seorang ahli biologi kelautan dari University of Plymouth, Inggris, Richard Thompson.

Hingga kini, berdasarkan sumbernya, ada dua klasifikasi mikroplastik yang disebut para ahli. Pertama, mikroplastik primer. Ini partikel plastik yang sudah berukuran 5 milimeter atau kurang sebelum memasuki lingkungan. Sumbernya adalah serat mikro (microfiber) dari bahan tekstil atau pakaian, manik-manik mikro (microbeads), dan butiran plastik. Kedua, mikroplastik sekunder. Ia muncul akibat penguraian produk plastik yang lebih besar melalui proses pelapukan alami setelah memasuki lingkungan. Sumbernya antara lain kemasan pangan, kantong plastik, dan keausan ban.

Namun, mikroplastik uniknya juga ditemukan di tempat-tempat yang jauh dari penggunaan produk plastik. Misalnya, sebuah survei sedimen laut dalam di Cina pada 2020 menunjukkan keberadaan mikroplastik di lapisan pengendapan yang usianya jauh lebih tua daripada penemuan plastik. Mikroplastik bahkan telah ditemukan di pegunungan tinggi, yang tentu saja jarak sangat jauhnya dari tempat-tempat dimana sumber-sumbernya tadi berada.

Meskipun mikroplastik diduga bisa meningkatkan risiko toksisitas pada rantai makanan bagi banyak organisme, dampak negatifnya pada tubuh manusia sejauh ini belum banyak diketahui.

Kembali kepada kontaminasi mikroplastik pada air minum, pertanyaan kini adalah dari manakah mikroplastik itu berasal? Sejumlah ahli dan aktivis anti-plastik menganggap mikroplastik pada air minum berasal kemasan botol atau galon plastik. Namun, Mason justru menduga kontaminasi itu berasal dari sumber air yang menjadi bahan baku air minum dalam kemasan (AMDK) dan dari proses pengemasan air tersebut, terutama dari udara tempat pengemasan dilakukan.

Hasil penelitian Mason dikuatkan oleh sekelompok peneliti dari Cina, yang juga melakukan penelitian tentang mikroplastik di dalam air kemasan. Xue-jun Zhou dan kawan-kawan dari Zhe Jiang Institute of Product Quality and Safety Inspection, Hangzhou, Cina, dalam artikel mereka berjudul, “Microplastic pollution of bottled water in China”(2021), meneliti 23 merek air kemasan yang menggunakan PET (polyethylene terephthalate), dan menemukan dua jenis mikroplastik yaitu fiber dan fragmen.  Berkaitan dengan sumber mikroplastik di dalam botol-botol kemasan itu, Zhou sependapat dengan Mason, yakni bahwa sumber kontaminasi mikroplastik pada AMDK tidak berasal dari  bagian botol.

Anna Winkler dan para peneliti dari Department of Environmental Science and Policy, University of Milan, Italia, dalam artikel mereka berjudul, “Does mechanical stress cause microplastic release from plastic water bottles? (2019) juga sependapat dengan hasil penelitian Mason (2018) dan Zhou (2021). Keberadaan mikroplastik dalam AMDK menunjukkan bahwa botol kemasan yang digunakan sebagai wadah tidak memproduksi mikroplastik.  Hasil penelitian mereka membuktikan bahwa bagian permukaan botol kemasan AMDK tidak lecet dan tidak menghasilkan mikroplastik meskipun diremas-remas selama beberapa saat.  Mikroplastik justru dapat ditimbulkan oleh tutup botol AMDK ketika dibuka-tutup berulangkali.

Dalam penelitiannya, Winkler memberi perlakuan pada botol AMDK dengan cara botol itu digulung di bawah alat berbobot 5 kilogram selama 1 hingga 10 menit. Lalu, ada sampel botol-botol yang tidak mendapatkan perlakuan serupa.  Perlakuan ini dilakukan untuk membuktikan potensi rusaknya botol pada tekanan tertentu yang dapat menghasilkan mikroplastik ke dalam produk AMDK.

Untuk melengkapi percobaanya, Winkler memotong sebagian dari botol plastik untuk dianalisis bagian dalamnya dengan  SEM (Scanning Electron Microscopy) plus EDS (Energy dispersive X-ray spectroscopy).  Hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada penambahan mikroplastik pada botol yang telah diberi tekanan tersebut.  Permukaan botol AMDK juga tidak menunjukkan tanda-tanda kerusakan yang memungkinkannya dapat memproduksi mikroplastik.  Hal ini menunjukkan bahwa tekanan, seperti peremasan botol AMDK, tidak menghasilkan mikroplastik, sehingga sangat tidak dimungkinkan botol AMDK dianggap sebagai sumber yang menghasilkan mikroplastik ke dalam produk air minum.

Selain itu, Winkler memberi perlakuan terhadap botol dan leher botol.  Tutup botol dibuka-tutup satu kali, 10 kali, dan 100 kali.  Setelah itu, produksi mikroplastik dengan perlakukan ini diamati, dan leher botol serta tutupnya diamati dengan menggunakan SEM.  Hasilnya menujukkan bahwa proses buka-tutup botol AMDK merupakan sumber adanya mikroplastik di dalam air minum.

Winkler pun berkesimpulan bahwa mikroplastik yang ada di dalam AMDK berasal dari sumber air sebelum proses pembotolan atau aktivitas buka-tutup berulangkali (yang memungkinkan mikroplastik dari udara di tempat pembotolan masuk). Ini sejalan dengan temuan Zhou bahwa kontaminasi mikroplastik dapat berasal dari sumber air baku dan selama tahap pengolahan, dimana proses pengisian dan penutupan botol kemasan diidentifikasi sebagai penyebab utama kontaminasi mikroplastik.

Itu juga sejalan dengan temuan Darena Schymanski dan para peneliti dari Chemical and Veterinary Analytical Institute Münsterland-Emscher-Lippe (CVUA-MEL), Münster, Jerman, dalam artikel mereka berjudul “Analysis of microplastics in water by micro-Raman spectroscopy: release of plastic particles from different packaging into mineral water” (2018). Mereka menemukan bahwa pemakaian botol plastik yang berulang bisa lebih banyak mengandung mikroplastik jika dibandingkan dengan botol sekali pakai.[]

Daftar Bacaan

Mason, S.A., Welch, V.G. & Neratko, J. (2018). “Synthetic polymer contamination in bottled water”. Front Chem 6: 407.

Schymanski, D., Goldbeck, C., Humpf, H.U. & Fürst, P. (2018). “Analysis of microplastics in water by micro-Raman spectroscopy: release of plastic particles from different packaging into mineral water. Water Research. 129:154–162.

Winkler, A., Santo, N., Ortenzi, M.A., Bolzoni, E., Bacchetta, R. & Tremolada, P. (2019). “Does mechanical stress cause microplastic release from plastic water bottles?” Water Research. 166:115082. Zhou, X., Wang, J., Li, H., Zhang, H. & Zhang, D.L. (2021). “Microplastic pollution of bottled water in China”. Journal of Water Process Engineering. 40:101884.

amdk, mikroplastik, riset, kemasan plastik