Skip to main content
  • Administrator

Bahaya Pengawet Makanan terhadap Sistem Kekebalan Tubuh

Sebuah studi tinjauan sejawat yang dilakukan oleh Environmental Working Group (EWG) telah menyuarakan keprihatinan tentang potensi dampak kesehatan dari bahan pengawet makanan yang digunakan di dalam banyak makanan olahan populer, seperti minyak, mentega, keripik, donat, roti, biskuit, popcorn, mi instan, makanan beku, dan masakan siap saji kemasan. Bahan pengawet yang dikenal dengan nama tert-butylhydroquinone (TBHQ) ini ditemukan di dalam hampir 1.250 produk makanan olahan populer. Menurut temuan penelitian, TBHQ dapat berdampak negatif pada sistem kekebalan tubuh.

Penelitian yang dipublikasikan dalam International Journal of Environmental Research and Public Health ini menggunakan data dari Environmental Protection Agency’s Toxicity Forecaster (ToxCast). Para peneliti menggunakan data ini untuk mengevaluasi bahaya kesehatan dari bahan kimia yang paling umum ditambahkan ke dalam makanan.

Analisis data ToxCast membawa para peneliti kepada kesimpulan bahwa TBHQ memiliki efek berbahaya pada sistem kekebalan tubuh. Kesimpulan ini diambil dari bukti yang dikumpulkan dari uji coba pada hewan dan non-hewan, yang terakhir ini dikenal sebagai pengujian toksikologi in-vitro dengan hasil yang tinggi. Potensi TBHQ untuk merusak sistem kekebalan tubuh adalah penyebab yang signifikan untuk dikhawatirkan.

“Pandemi (Covid-19) telah memusatkan perhatian publik dan komunitas ilmiah kepada faktor lingkungan yang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh,” kata Olga Naidenko, Ph.D., Wakil Presiden EWG untuk investigasi sains dan penulis utama studi ini. “Sebelum pandemi, bahan kimia yang dapat merusak pertahanan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi atau kanker tidak mendapat perhatian yang cukup dari lembaga kesehatan masyarakat. Untuk melindungi kesehatan masyarakat, hal ini harus diubah.”

Tert-butylhydroquinone (TBHQ) adalah pengawet yang lazim digunakan di dalam makanan olahan. TBHQ telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun dengan tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang umur simpan produk-produk tersebut. Keberadaannya yang ada di mana-mana dalam pasokan makanan kita menggarisbawahi dampaknya terhadap kebiasaan makan, tetapi penelitian baru telah meningkatkan kekhawatiran tentang potensi efek kesehatannya.

Hasil uji coba non-hewan berdasarkan data dari Toxicity Forecaster (ToxCast), yang dilakukan EWG, menunjukkan bahwa TBHQ dapat mengganggu protein sel kekebalan pada dosis yang sama dengan yang pernah terbukti berbahaya di dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa TBHQ dapat memengaruhi efektivitas vaksin flu dan dapat dikaitkan dengan peningkatan alergi makanan. Temuan ini menyoroti perlunya penyelidikan lebih lanjut mengenai potensi dampak kesehatan dari TBHQ dan bahan tambahan makanan serupa.

Pendekatan regulasi badan pengawas obat dan makanan di sejumlah negara, termasuk Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat, terhadap zat aditif makanan telah mendapat sorotan karena kegagalan mereka dalam memasukkan temuan ilmiah terbaru tentang risiko kesehatan. Saat ini, banyak zat aditif yang dapat dimasukkan secara legal ke dalam makanan olahan tidak dievaluasi berdasarkan penelitian terbaru.

Menyoroti masalah ini, Environmental Working Group (EWG) merilis sebuah laporan yang berjudul “Food Additives State of the Science”. Dalam Laporan tersebut, EWG menyoroti bahan tambahan makanan tertentu yang diketahui dapat meningkatkan risiko kanker, membahayakan sistem saraf, dan mengganggu keseimbangan hormon tubuh.

Selain itu, badan pengawas seringkali mendelegasikan tanggung jawab untuk menentukan keamanan bahan kimia kepada produsen makanan itu sendiri, sehingga memungkinkan zat-zat yang berpotensi berbahaya ditambahkan secara legal ke dalam makanan kemasan. Hal ini sangat memprihatinkan dalam kasus zat aditif seperti TBHQ, yang telah mendapat persetujuan FDA beberapa dekade yang lalu. Saat ini, FDA tidak melakukan penilaian ulang terhadap keamanan bahan kimia makanan sehubungan dengan penemuan-penemuan ilmiah baru, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai penggunaan zat-zat tersebut secara berkelanjutan.

“Produsen makanan tidak memiliki insentif untuk mengubah formula mereka,” kata Scott Faber, Wakil Presiden Senior untuk Urusan Pemerintah di EWG. “Terlalu sering, FDA mengizinkan industri makanan dan bahan kimia untuk menentukan bahan mana yang aman untuk dikonsumsi. Penelitian kami menunjukkan betapa pentingnya FDA melihat kembali bahan-bahan ini dan menguji kembali semua bahan kimia makanan untuk memastikan keamanannya.”

Konsumen disarankan untuk waspada saat berbelanja makanan olahan karena makanan olahan sebenarnya dapat dibuat tanpa bahan yang berpotensi berbahaya seperti TBHQ. Penting bagi pembeli untuk membaca label dengan cermat karena TBHQ sering kali, tetapi tidak selalu, tercantum pada label bahan. Jika TBHQ telah digunakan dalam kemasan makanan, terutama kemasan plastik, TBHQ dapat berpindah ke makanan, tetapi mungkin tidak tercantum pada label. Hal ini menyoroti pentingnya kesadaran dan kewaspadaan konsumen saat memilih makanan olahan.[]


Sumber:

Naidenko, Olga V., David Q. Andrews, Alexis M. Temkin, Tasha Stoiber, Uloma Igara Uche, Sydney Evans, dan Sean Perrone-Gray. “Investigating Molecular Mechanisms of Immunotoxicity and the Utility of ToxCast for Immunotoxicity Screening of Chemicals Added to Food”. International Journal of Environmental Research and Public Health. 24 Maret 2021.

 

makanan olahan, bahan pengawet