Skip to main content
  • Administrator

Memikirkan Ulang Kampanye Antiplastik (Bagian 1)

Pengantar:

Tulisan berikut ini disarikan dari artikel ilmiah karya 13 ahli dari berbagai bidang, seperti ilmu lingkungan, teknik, industri, dan kebijakan. Terbit dalam jurnal WIREs Water, 22 Oktober 2020, artikel yang berjudul “It's the product not the polymer: Rethinking plastic pollution” itu berargumen bahwa kampanye antiplastik yang marak belakangan ini telah dieksploitasi oleh politisi dan industri. Masalahnya tidak terletak pada plastik. Material ini sudah menjadi bagian integral sebagian besar kehidupan modern dan dianggap sebagai fasilitator konsumsi yang lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan material lain. Akar dari banyaknya limbah antropogenik di lingkungan, baik itu plastik ataupun lainnya, adalah budaya konsumsi, kebijakan pengelolaan limbah atau sampah, dan desain produk.


Plastik adalah sampah yang tercecer di lingkungan serta menghadirkan potensi berbahaya terhadap organisme dan ekosistem. Pernyataan itu sebuah realitas. Jumlah sampah plastik yang salah kelola di lingkungan diperkirakan mencapai 60 hingga 99 juta metrik ton pada 2015.

Karena potensi bahaya ini, politisi, publik, dan industri telah melakukan upaya untuk meminimalkan jejak sampah plastik. Upaya penting itu antara lain pengurangan penggunaan plastik oleh industri dan larangan terhadap pemakaian kantong plastik serta partikel mikroplastik (plastik berukuran kurang dari 5 mm) yang digunakan dalam produk kosmetik tertentu.

Namun, didorong oleh perhatian publik pada isu ini, liputan media tentang sampah plastik, sayangnya berisi klaim-klaim yang secara substansial tak didukung oleh pengetahuan saat ini. Contohnya, tulisan seperti “How your clothes are poisoning our oceans and food supply” (The Guardian, 2016); “Average person swallows plastic equivalent to a credit card every week, report finds” (The Telegraph, 2019); dan “Where's Airborne Plastic? Everywhere, Scientists Find” (The New York Times, 2020). Serangan terhadap plastik yang demikian gencar, menurut kami, dapat mendorong penggunaan bahan alternatif yang efek bahayanya berpotensi lebih besar daripada plastik.

Oleh karena itu, komunitas ilmiah memiliki kewajiban untuk menyampaikan informasi kepada publik secara objektif. Namun, dalam ‘kultur’ sentimen antiplastik, industri, pemerintah, dan media juga memiliki kewajiban untuk memastikan anggota masyarakat tidak disesatkan.

Manfaat plastik seringkali diabaikan dalam wacana sampah plastik. Padahal, plastik adalah material murah, ringan, dan tahan lama.

Produk plastik sangat bermanfaat bagi masyarakat. Kemasan plastik yang tahan lama mengurangi limbah makanan dan, meskipun kebocoran bahan kimia dari kemasan makanan plastik sudah diketahui terjadi, kemasan plastik digunakan untuk menyimpan dan mengangkut berbagai bahan habis pakai secara aman, termasuk makanan, minuman, dan perlengkapan mandi.

Plastik juga memiliki banyak aplikasi medis. Lalu polimer plastik merupakan komponen penyusun material-material komposit vital, termasuk karet ban dan kampas rem kendaraan. Plastik terbukti telah menurunkan biaya pengeluaran sehari-hari. Daya tahan plastik telah dimanfaatkan di berbagai sektor.

Melihat kenyataan potensi bahaya sampah plastik sekaligus manfaat plastik dalam kehidupan, kami sependapat dengan Anthony L. Andrady (Plastics and the Environment: 2003) bahwa perdebatan lingkungan, dan berbagai pihak yang terlibat di dalamnya, telah mempolitisasi dan mempolarisasi kepedulian publik terhadap lingkungan, sehingga memperumit pelaksanaan aksi lingkungan yang positif. Meskipun penting untuk tidak menghentikan aksi lingkungan yang positif, menurut kami, banyaknya sampah plastik lebih dikarenakan pengelolaan limbah yang tidak memadai.

Kami juga sependapat dengan Stafford dan Jones (Viewpoint–Ocean plastic pollution: A convenient but distracting truth?: 2019) yang berpandangan bahwa wacana saat ini seputar sampah plastik mengalihkan perhatian publik dari ancaman lingkungan yang lebih mendesak, seperti perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, kami di sini mencoba mengomentari peran praktik-praktik ilmiah saat ini yang membuat wacana-wacana tersebut muncul ke permukaan. (Bersambung ke Bagian 2: Seberapa Banyak Plastik dalam Lingkungan?)


Sumber Artikel:

Stanton, Thomas, et.al. (22 Oktober 2020). It's the product not the polymer: Rethinking plastic pollution dalam jurnal WIREs Water. Diambil pada 25 September 2022 dari https://wires.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wat2.1490.

antiplastik, kampanye antiplastik