Seberapa Banyak Plastik dalam Lingkungan? (Memikirkan Ulang Kampanye Antiplastik Bagian 2)
Pengantar:
Tulisan berikut ini disarikan dari artikel ilmiah karya 13 ahli dari berbagai bidang, seperti ilmu lingkungan, teknik, industri, dan kebijakan. Terbit dalam jurnal WIREs Water, 22 Oktober 2020, artikel yang berjudul “It’s the product not the polymer: Rethinking plastic pollution” itu berargumen bahwa kampanye antiplastik yang marak belakangan ini telah dieksploitasi oleh politisi dan industri. Masalahnya tidak terletak pada plastik. Material ini sudah menjadi bagian integral sebagian besar kehidupan modern dan dianggap sebagai fasilitator konsumsi yang lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan material lain. Akar dari banyaknya limbah antropogenik di lingkungan, baik itu plastik ataupun lainnya, adalah budaya konsumsi, kebijakan pengelolaan limbah atau sampah, dan desain produk.
Baca: Memikirkan Ulang Kampanye Antiplastik (Bagian 1)
Sampah plastik tanpa kendali tercecer ke lingkungan. Sampah plastik bahkan telah ditemukan di lokasi paling terpencil, termasuk di gumpalan es Arktik dan laut dalam.
Namun, distribusinya tidak merata di seluruh bumi. Indikasi sebenarnya dari distribusi global prevalensi sampah plastik sulit dipastikan. Akibatnya, pemahaman saat ini tentang keberadaan sampah plastik dan konsentrasinya menjadi terbatas.
Pemodelan lingkungan dapat memperkirakan konsentrasi dan kuantitas sampah plastik di lingkungan. Geyer, Jambeck, dan Law (Production, use, and fate of all plastics ever made: 2017) memperkirakan bahwa 79 persen dari 6.300 metrik ton sampah plastik yang dihasilkan hingga 2015 berada di tempat pembuangan akhir atau di lingkungan alam. Di lingkungan laut saja, sampah plastik yang terapung diperkirakan berjumlah 5,25 triliun keping dengan total 268.940 ton.
Namun, mengukur jumlah sampah plastik di lingkungan adalah sebuah tantangan, dan perkiraan global sampah plastik pun bervariasi. Misalnya, Lebreton (River plastic emissions to the world's oceans: 2017) mengajukan angka global tahunan sampah plastik di sungai hingga laut sebesar 1,15-2,41 juta ton sementara Schmidt, Krauth, dan Wagner (Export of plastic debris by rivers into the sea: 2017) menyebutkan angka 0,41-4 juta ton.
Keterbatasan spasial dan temporal dari ketersediaan data berkontribusi pada ketidakpastian dalam memperkirakan emisi plastik global saat ini.
Sungai dikenal sebagai sumber sebagian besar plastik di lingkungan perairan. Permodelan aliran plastik di sungai telah mengidentifikasi titik-titik panas pelepasan plastik ke lingkungan perairan di sepanjang Asia timur dan tenggara. Meskipun wilayah ini mungkin merupakan sumber plastik dalam jumlah sangat besar, negara-negara di kawasan ini juga mengimpor sampah plastik dari negara maju yang tidak memiliki keinginan, niat, atau kapasitas untuk mendaur ulang sampahnya sendiri. Dengan demikian, tanggung jawab atas titik-titik pelepasan tersebut bersifat global, dan bukan lokal.
Memperkirakan prevalensi plastik menjadi sangat rumit untuk partikel mikroplastik. Karena mikroplastik sebagian besarnya berasal dari penguraian plastik di lingkungan, ia menjadi tidak konsisten antara produk, polimer, dan lingkungan. Sejauh ini dipahami bahwa prevalensi mikroplastik di lingkungan, khususnya di perairan darat, didasarkan pada penelitian yang jarang mempertimbangkan variabilitas lingkungan yang diselidiki.
Lebih daripada itu, konsentrasi mikroplastik sering disajikan dalam satuan yang terlalu melambungkan nilai yang tercatat. Meskipun secara teratur mengambil sampel kurang atau sama dengan 30 liter air, sebagian besar survei mikroplastik yang diterbitkan pada 2019 melaporkan konsentrasi mikroplastik per meter kubik, unit yang dua kali lipat lebih besar dari volume sampelnya.
Ekstrapolasi seperti itu akan dianggap tidak dapat diterima untuk sampah atau polutan non-plastik. Terlepas dari menampilkan sains yang buruk, ketika ekstrapolasi kasar digabungkan dengan metodologi variabel, volume pengambilan sampel yang rendah, dan tidak adanya pemahaman tentang variabilitas temporal, maka potensi untuk menggabunggkan kesalahan-kesalahan besar menjadi tinggi.
Dengan mengumpulkan 13 sampel selama 12 bulan, Stanton dan kawan-kawan (Freshwater microplastic concentrations vary through both space and time: 2020) menemukan ekstrapolasi dari satu lokasi bervariasi tergantung pada pengukuran yang digunakan. Ekstrapolasi pada skala seperti ini hampir pasti menghasilkan angka yang besar dan menyesatkan. Ini dapat memicu berita-berita utama yang menghebohkan dan sulit untuk dipahami, terutama oleh publik, kelompok politik, dan mereka yang ingin menangani masalah ini.
Oleh karena itu, kami mengusulkan penerapan resolusi yang lebih tinggi dan pengambilan sampel secara sistematis dengan durasi yang lebih lama. Hasilnya akan mampu mengekspos variabilitas dalam konsentrasi mikroplastik di lokasi yang diselidiki. Konsentrasi mikroplastik juga harus dilaporkan dalam satuan yang mewakili volume sampel yang digunakan untuk mengukur konsentrasi mikroplastik.[] (Bersambung ke Bagian 3: Apakah Plastik Masalah bagi Lingkungan dan Kesehatan Manusia?)
Sumber Artikel:
Stanton, Thomas, et.al. (22 Oktober 2020). It’s the product not the polymer: Rethinking plastic pollution dalam jurnal WIREs Water. Diambil pada 25 September 2022 dari https://wires.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wat2.1490.