Skip to main content
  • Administrator

Apakah Plastik Masalah bagi Lingkungan dan Kesehatan Manusia? (Memikirkan Ulang Kampanye Antiplastik Bagian 3)

Tulisan berikut ini disarikan dari artikel ilmiah karya 13 ahli dari berbagai bidang, seperti ilmu lingkungan, teknik, industri, dan kebijakan. Terbit dalam jurnal WIREs Water, 22 Oktober 2020, artikel yang berjudul “It’s the product not the polymer: Rethinking plastic pollution” itu berargumen bahwa kampanye antiplastik yang marak belakangan ini telah dieksploitasi oleh politisi dan industri. Masalahnya tidak terletak pada plastik. Material ini sudah menjadi bagian integral sebagian besar kehidupan modern dan dianggap sebagai fasilitator konsumsi yang lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan material lain. Akar dari banyaknya limbah antropogenik di lingkungan, baik itu plastik ataupun lainnya, adalah budaya konsumsi, kebijakan pengelolaan limbah atau sampah, dan desain produk.

Baca: Seberapa Banyak Plastik dalam Lingkungan? (Memikirkan Ulang Kampanye Antiplastik Bagian 2)

Everaert dan kawan-kawan (Risk assessment of microplastics in the ocean: Modelling approach and first conclusions: 2018) mengusulkan konsentrasi aman partikel mikroplastik di lingkungan laut hingga 6.650 partikel terapung m−3, atau 6,65 partikel L−1. Meskipun penilaian risiko lingkungan mereka tidak mempertimbangkan ancaman kimia partikel mikroplastik, Everaert dan kawan-kawan memprediksi konsentrasi mikroplastik terapung tidak akan lebih besar daripada 48,8 partikel m−3 (atau 0,0488 partikel L−1) pada akhir abad ini. Mereka juga menyimpulkan, meskipun titik panas polusi mikroplastik yang terlokalisasi dapat melebihi konsentrasi aman tersebut di masa sekarang, partikel mikroplastik yang teramati belum menjadi kekhawatiran sebagaimana yang diklaim sebelumnya.

Dampak mikroplastik pada biota telah diselidiki dengan eksperimen laboratorium yang biasanya menggunakan konsentrasi yang jauh melebihi konsentrasi yang ditemukan di alam. Namun, penelitian tentang efek paparan mikroplastik pada ikan dan invertebrata air secara khususnya tidak menemukan efek negatif atau setidaknya hanya minimal.

Namun demikian, plastik juga dapat bertindak sebagai vektor polutan lain. Ingesti plastik yang bahan kimianya terserap adalah jalur yang dikenal telah menyebabkan organisme terpapar pada polusi kimia.

Tapi, penyerapan racun ke lingkungan tidak eksklusif untuk polusi mikroplastik. Di perairan darat, misalnya, hal ini adalah sifat yang sudah umum diketahui dari partikel-partikel yang tersuspensi.

Selain itu, meskipun ada bukti bahwa bahan kimia berbahaya, terutama polutan organik hidrofobik, dapat menempel pada permukaan bahan plastik, ingesti bahan plastik tidak mungkin akan meningkatkan paparan bahan kimia. Penilaian objektif mengenai pencemaran plastik harus juga menilai risiko dalam konteks yang lebih luas dari vektor-vektor partikulat bahan kimia lain yang telah dipelajari selama bertahun-tahun.

Meskipun beragam dalam ukuran dan komposisinya, plastik hanyalah sebagian kecil dari keragaman substrat antropogenik yang dengannya lingkungan dan ekosistemnya hidup berdampingan dan, dalam beberapa kasus, terancam. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk menilai, baik itu konsentrasi partikulat berbeda yang mengancam lingkungan maupun toksisitas relatif dari partikulat-partikulat tersebut, untuk secara tepat menyimpulkan ancaman yang ditimbulkan oleh plastik dan mikroplastik terhadap lingkungan.

Dampak Plastik terhadap Kesehatan Manusia

Banyak dikatakan bahwa plastik dan mikroplastik dapat membahayakan manusia. Kekhawatiran migrasi bahan kimia pembuat plastik dari barang sehari-hari, seperti kemasan makanan dan mainan anak-anak, telah terbukti cukup beralasan, dan ini termasuk bahan kimia yang mengganggu sistem hormonal seperti bisphenol A (BPA). Kekhawatiran kesehatan masyarakat yang absah itu telah menyebabkan pelarangan BPA di banyak negara di akhir 2000-an dan awal 2010-an.

Namun, sementara ancaman dari senyawa terkait plastik relatif mudah dikendalikan dan diatur, memahami ancaman partikel mikroplastik dan nanoplastik terhadap manusia, untuk kemudian mengambil tindakan yang tepat dari pemahaman itu, adalah sesuatu yang lebih menantang.

Dalam konsentrasi tinggi, paparan pekerja pabrik tekstil terhadap serat mikroplastik di udara telah dikaitkan dengan penyakit paru-paru. Tapi, belum diketahui seberapa banyak konsentrasi mikroplastik di udara lingkungan jika dibandingkan dengan udara pabrik tekstil.

Partikel mikroplastik dengan diameter aerodinamis <2,5 μm berpotensi mencapai kedalaman paru-paru. Namun, proporsi dan keberadaan PM10 dan PM2.5 di udara yang terbentuk dari plastik belumlah diketahui.

Selain itu, studi komparatif tentang bahaya relatif dari partikulat plastik dan nonplastik saat ini masih kurang. Dari semua partikel yang terhirup dan tertelan, partikel nanoplastik (<1 μm) berpotensi melintasi lapisan epitel dari paru-paru dan saluran pencernaan. Penelitian terhadap mikroplastik di udara secara konsisten menunjukkan bahwa partikel mikroplastik terlalu besar untuk dihirup meskipun keberadaan partikel mikroplastik <63 μm, 50 μm, dan 25 μm bisa termasuk ke dalam partikel yang dapat terhirup.

Diperlukan lebih banyak penelitian yang mengeksplorasi dampak fisik dan kimia plastik, khususnya mikro dan nanoplastik, terhadap kesehatan manusia. Namun, keberadaan partikel mikroplastik dalam air minum saat ini, misalnya, dianggap tidak memerlukan pemantauan rutin karena tidak ada bukti yang menjamin munculnya masalah kesehatan manusia (Organisasi Kesehatan Dunia, 2019).[] (Bersambung ke Bagian 4: Apakah Plastik Masalah Jika Dibandingkan dengan Polutan Lain?)

Sumber Artikel:

Stanton, Thomas, et.al. (22 Oktober 2020). It’s the product not the polymer: Rethinking plastic pollution dalam jurnal WIREs Water. Diambil pada 25 September 2022 dari https://wires.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/wat2.1490.

kampanye, masalah lingkungan, antiplastik, kesehatan manusia