
Masalah Baru Lingkungan: Sampah Rokok Elektrik
Di minimarket, pada rak peraga di belakang kasir, tampak produk asing berjejer. Mereka bukan rokok tapi berbaris di antara produk rokok. Bentuk mereka mirip batang USB atau drive komputer.
Ya, itulah rokok elektrik yang lima tahun belakangan mulai memikat banyak konsumen. Mereka terkadang disebut vape atau pod—jenis yang pertama biasanya dijual di toko-toko khusus. Berdasarkan laporan Global Adult Tobacco Survey (GATS), prevalensi rokok elektrik di Indonesia tercatat sebesar 3 persen pada 2021. Angka ini naik 10 kali lipat jika dibandingkan dengan 2011 yang hanya sebesar 0,3 persen. Itu berarti ada sekitar 8 jutaan penduduk Indonesia yang mengonsumsi rokok elektrik.
Bagi sebagian konsumen rokok, rokok elektrik dipandang lebih ‘ramah lingkungan’ meskipun dampak buruknya pada kesehatan tak lebih baik ketimbang rokok konvensional. Asap rokok elektrik tidak menimbulkan bau tak sedap—malah terkadang mengandung aroma wewangian tertentu. Rokok elektrik tidak menyisakan abu dan puntung.
Rokok elektronik umumnya terdiri dari empat komponen: kartrid atau pod yang menampung cairan “e-jus” (nikotin atau non-nikotin), elemen pemanas, baterai, dan corong untuk diisap. Pada beberapa merek, katridnya sekali pakai tapi katrid sejumlah merek lain bisa diisi ulang hingga beberapa kali. Katrid yang terbuat dari plastik keras tersebut pada akhirnya akan berakhir di tempat sampah, atau lebih buruk lagi menyampah di lingkungan.
Cindy Zipf, dari Clean Ocean Action, mengatakan dalam lima tahun terakhir para relawannya mulai menemukan jenis plastik baru yang mengotori perairan: rokok elektrik. Masalah sampah rokok elektrik bahkan jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan puntung rokok konvensional. Ini karena sampah rokok elektrik mengandung komponen elektronik dan cairan kimia yang terkandang dalam sisa “e-jus” tadi.
Yogi Hendlin, seorang profesor di University of California, San Francisco, yang meneliti masalah ini bahkan menganggap sampah rokok elektrik layak dilabeli “limbah berbahaya”. “Rokok elektrik bisa dipandang sebagai limbah berbahaya dan limbah elektronik,” jelasnya, yang juga mengatakan sering menemukan “ratusan” sampah katrid rokok elektrik dibuang di tempat parkir. “Dari sisi regulasi, kita belum dapat menemukan cara untuk menangani hal ini.”
Efek limbah rokok elektrik terhadap lingkungan baru mulai dipelajari. Max J. Krause dan Timothy G. Townsend dari Fakultas Teknik Lingkungan, University of Florida, dalam terbitan hasil riset mereka pada 2015 menyimpulkan bahwa ambang batas aman bahan kimia tertentu sudah terlampaui oleh 2 dari 15 produk yang mereka uji.
Oleh karena itu, menurut mereka, beberapa merek rokok elektrik akan menjadi limbah elektronik berbahaya meskipun sebagian lainnya tidak. Selain itu, meskipun ukurannya kecil, rokok elektrik dikonsumsi dan dibuang jauh lebih cepat daripada barang elektronik lain.
Rokok elektrik saat ini belum memiliki potensi untuk didaur ulang. Katrid-katrid berbahan plastik keras yang ukurannya kecil itu pun disebut masih harus dicuci lebih dulu untuk dapat didaur ulang.
Hendlin juga mengatakan mendesain ulang rokok elektrik agar tidak menggunakan material plastik pun bakal sulit. Perusahaan akan menganggap itu sesuatu yang mahal untuk dilakukan.
Hendlin pun mengusulkan sistem deposit sebagai solusi sementara. “Ketika membeli pod baru, Anda menukar pod lama Anda dengan yang baru.”
Salah satu produsen rokok elektrik ternama asal Amerika Serikat, Juul Labs, menyatakan mereka sudah menjajaki opsi deposit itu dan mengujinya secara internal. “Kami berkomitmen untuk pengelolaan yang bertanggung jawab dan kelestarian lingkungan,” kata perusahaan dalam email yang disebarkan ke media. “Kami menganggap serius dampak lingkungan.”[]
Daftar Bacaan
Root, Tik. 2019. “Cigarette Butts Are Toxic Plastic Pollution. Should They Be Banned?” Environment. 9 Agustus 2019. Diambil dari https://www.nationalgeographic.com/environment/article/cigarettes-story-of-plastic pada 29 Oktober 2022.
Data Indonesia. 2021. “Prevalensi Rokok Elektrik di Indonesia Capai 3% pada 2021”. Diambil dari https://dataindonesia.id/Ragam/detail/prevalensi-rokok-elektrik-di-indonesia-capai-3-pada-2021 pada 29 Oktober 2022.
National Institute on Drug Abuse. 2020. “Vaping Devices (Electronic Cigarettes) DrugFacts.” National Institute on Drug Abuse. 8 Januari, 2020. Diambil dari https://nida.nih.gov/publications/drugfacts/vaping-devices-electronic-cigarettes pada 29 Oktober 2022.
Krause, Max J., and Timothy G. Townsend. 2015. “Hazardous Waste Status of Discarded Electronic Cigarettes.” Waste Management 39 (Mei): 57–62. Diambil dari https://doi.org/10.1016/j.wasman.2015.02.005 pada 29 Oktober 2022.