Skip to main content
  • Administrator

Debat yang Terus Berlangsung: Apakah Deodoran dan Antiperspiran Berisiko bagi Kesehatan?

Dunia produk kebersihan pribadi tidak sesederhana kelihatannya. Di tengah banyaknya merek wewangian, perdebatan tentang potensi risiko kesehatan terkait dengan deodoran dan antiperspiran terus berlangsung. Beberapa orang mengungkapkan kekhawatiran tentang kemungkinan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh produk-produk ini, sementara yang lain menganggap ketakutan ini tidak berdasar.

Sebagai informasi, deodoran dan antiperspiran berbeda. Deodoran bekerja dengan menargetkan bakteri pengurai keringat di ketiak kita yang menghasilkan bau. Deodoran tidak mencegah kita berkeringat. Sementara itu, antiperspiran mengandung bahan-bahan—biasanya aluminium—yang dapat mencegah kelenjar keringat dari mengeluarkan keringat.

Antiperspiran—yang mengandung senyawa berbasis aluminium yang memblokir kelenjar keringat—adalah salah satu titik perdebatan ini. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa alumunium dapat diserap oleh kulit dan menyebabkan efek estrogenik, yang berpotensi menyebabkan kanker payudara. Namun, National Cancer Institute di Amerika Serikat menyatakan bahwa tidak ada bukti konklusif yang mengaitkan penggunaan produk-produk antiperspiran dengan perkembangan kanker.

Deodoran—yang berfungsi membunuh bakteri penyebab bau badan—juga terus diteliti. Beberapa produk ini mengandung paraben, sejenis pengawet yang dikaitkan dengan gangguan hormon dalam beberapa penelitian. Namun, karena kekhawatiran ini, sebagian besar merek besar telah menghentikan penggunaan paraben di dalam produk deodoran mereka.

Sebuah penelitian pada 2016—yang diterbitkan oleh jurnal ilmiah PeerJ dengan judul “The effect of habitual and experimental antiperspirant and deodorant product use on the armpit microbiome”— semakin memanaskan perdebatan soal produk ini. Penelitian itu menyatakan bahwa antiperspiran dapat membunuh bakteri menguntungkan di ketiak kita. Temuan ini menimbulkan pertanyaan: apakah memiliki lebih sedikit atau lebih banyak bakteri di ketiak dapat berdampak negatif pada kesehatan kita secara keseluruhan.

Komunitas ilmiah semakin menyadari pentingnya mikrobiota manusia—kumpulan bakteri dan jamur yang hidup di kulit kita serta di air liur dan usus kita. Mikroorganisme ini memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan kita. Penggunaan antibiotik yang berlebihan dapat mengganggu mikrobiota, sehingga mengganggu perannya sebagai pertahanan alami dan berpotensi menyebabkan kondisi usus seperti penyakit Crohn. Oleh karena itu, sangat bermanfaat untuk menjaga mikrobiota kita.

Namun, bukti dari penelitian tersebut dan penelitian lainnya tidak cukup untuk merekomendasikan penghentian penggunaan deodoran dan antiperspiran, meskipun telah dikaitkan dengan berbagai potensi risiko kesehatan. Konsensus ilmiah saat ini adalah bahwa tidak ada hubungan yang terbukti secara konklusif antara deodoran atau antiperspiran dan kanker. Peran aluminium dalam penyakit Alzheimer telah diperdebatkan, tetapi juga tidak ada hubungan yang meyakinkan, dan tidak ada bukti bahwa kadar aluminium yang signifikan diserap dari penggunaan antiperspiran pada kulit.

Spesialis perawat klinis dari Breast Cancer Care, Grete Brauten-Smith, menyatakan bahwa deodoran dan antiperspiran kemungkinan besar sama amannya dengan bahan kimia lain yang kita gunakan pada tubuh kita, seperti sabun, sabun mandi, parfum, dan pelembab. Tidak ada alasan kuat untuk memilih satu kelompok bahan kimia di atas yang lain.

Namun, dia tetap menyarankan untuk tidak menggunakan produk apa pun pada kulit yang rusak atau terluka, dan untuk menghentikan penggunaan jika timbul reaksi alergi. Beberapa ahli juga mengatakan penyerapan bahan-bahan kimia yang dikandung deodoran dan antiperspiran oleh tubuh lebih banyak terjadi pada orang (dan biasanya perempuan) yang mencukur habis bulu ketiaknya.

Sekarang, pertanyaannya, apakah kita benar-benar membutuhkan produk-produk berbasis bahan kimia ini untuk membuat kita tetap segar? Jawabannya tergantung pada seberapa banyak Anda berkeringat. Beberapa orang secara alami memiliki bau badan yang lebih kuat karena faktor-faktor seperti pola makan dan kebiasaan pribadi. Bau badan adalah hasil dari bakteri yang mengurai keringat. Jika Anda banyak berkeringat dan tidak menggunakan deodoran, tapi mandi secara teratur, atau sering berganti pakaian, maka Anda tidak akan mengalami kondisi bau badan atau bau ketiak. Nah, jika Anda merasa nyaman dengan hal tersebut, tidak ada masalah.

Kesimpulannya, meskipun ada kekhawatiran tentang potensi risiko kesehatan dari deodoran dan antiperspiran, komunitas ilmiah belum mencapai kesepakatan. Oleh karena itu, penting untuk membuat keputusan yang tepat berdasarkan kenyamanan pribadi dan bukti yang tersedia.


Sumber:

Markham Heid. 2016. “5 Things Wrong with Your Deodorant.” Time. July 5, 2016. https://time.com/4394051/deodorant-antiperspirant-toxic/.

Robinson, Ann. 2016. “How Dangerous Is Your Deodorant?” The Guardian. February 3, 2016. https://www.theguardian.com/lifeandstyle/shortcuts/2016/feb/03/dangerous-deodorant-kill-armpit-bacteria-antiperspirants.