Memahami Label Tanggal pada Kemasan Pangan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melaksanakan pengawasan terhadap pangan olahan menjelang perayaan Natal 2023 dan Tahun Baru 2024. Dari pengawasan tersebut, BPOM mendapati 731 tempat penjualan (mencakup 29,98 persen) yang menawarkan produk pangan olahan kemasan tidak sesuai standar. Total barang yang ditemukan mencapai 4.441 item (86.034 unit) dengan nilai estimasi lebih dari 1,6 miliar rupiah.
Temuan terbanyak adalah produk pangan impor tanpa izin resmi, menyumbang 52,90 persen dari total temuan, dengan nilai ekonomi lebih dari 1,3 miliar rupiah. Produk-produk ini umumnya meliputi bumbu instan, snack, pasta, mie, serta permen dan gula-gula. Produk impor ilegal ini umumnya ditemukan di Jakarta dan daerah perbatasan seperti Tarakan (Kalimantan Utara), Batam, Pekanbaru, dan Sanggau (Kalimantan Barat).
Selain itu, terdapat temuan pangan kedaluwarsa sebanyak 41,41 persen, yang banyak ditemukan di wilayah Kabupaten Belu dan Sumba Timur (Nusa Tenggara Timur), Sofifi dan Morotai (Maluku Utara), serta Ambon. Terdapat pula temuan produk pangan rusak sebanyak 5,69 persen, terutama di Kabupaten Belu (NTT), Manokwari, Pangkal Pinang, Ambon, dan Kendari, dengan produk dominan berupa susu UHT/steril, krimer kental manis, tepung bumbu, biskuit, dan ikan kaleng.
Nah, bagaimana kita sebagai konsumen bisa menentukan apakah produk pangan olahan kedaluwarsa, rusak, atau belum? Bagaimana kita bisa membaca label pangan terkait keterangan tanggal pada kemasan sebuah produk?
Ini juga berkaitan dengan salah satu masalah global saat ini, yakni isu sampah sisa makanan. Data menunjukkan rata-rata orang membuang hampir setengah kilogram makanan setiap harinya. Banyak faktor yang menyebabkan makanan yang masih bagus dibuang: pemakan yang selektif, dapur yang terlalu penuh, dan sisa makanan yang terlupakan di dalam kulkas.
Sebuah studi tentang limbah makanan rumah tangga rupanya juga menyoroti dampak dari label tanggal yang membingungkan seperti “best before” atau “best by”, yang secara signifikan mengurangi kemungkinan makanan dimanfaatkan sepenuhnya. Brian Roe, seorang profesor di Ohio State University dan penulis senior studi ini, menekankan perlunya sistem pelabelan terpadu untuk mengurangi limbah makanan dan memastikan keamanan konsumsi.
Natural Resources Defense Council (NRDC), misalnya, menyatakan bahwa 90 persen orang di Amerika Serikat masih salah memahami tanggal label, dan seringkali membuang makanan yang masih dapat digunakan atau dibekukan. Keandalan tanggal kedaluwarsa dalam mengindikasikan pembusukan masih dipertanyakan.
Memahami Label Tanggal
Kecuali susu formula bayi, label seperti “Best before” atau “Best if used by”, sebagian besarnya, didasarkan pada perkiraan produsen tentang kesegaran produk mereka. Tanggal-tanggal ini juga menjadi panduan bagi supermarket dalam menyimpan produk di rak-rak mereka, tetapi tidak secara langsung berkaitan dengan keamanan pangan.
- Best If Used By/Before: Ini menunjukkan kualitas atau rasa yang optimal. Misalnya, selai mungkin akan kehilangan kesegarannya atau biskuit akan melunak setelah tanggal ini. Hal ini tidak terkait dengan keamanan.
- Sell By: Ini menginstruksikan pengecer tentang kapan harus mengeluarkan produk dari rak. Hal ini memastikan pelanggan mendapatkan produk dengan kualitas terbaik, yang bervariasi untuk setiap produk. Misalnya, susu dapat bertahan 5-7 hari setelah tanggal ini dengan pendinginan yang tepat.
- Use By: Ini tanggal akhir untuk kualitas produk terbaik. Ini bukan indikator keamanan, kecuali untuk susu formula.
Produsen menggunakan metode seperti tes laboratorium dan uji rasa untuk menetapkan tanggal ini. Seringkali, tanggal-tanggal ini bersifat konservatif, dan makanan yang melewati tanggal-tanggal ini mungkin masih mempertahankan kualitasnya.
Untuk membuat konsumen lebih mudah paham, maka perlu membuat pelabelan kedaluwarsa menjadi lebih jelas. Sejumlah industri pangan olahan mulai bekerja sama untuk menertibkan label dan membuatnya lebih mudah dimengerti oleh konsumen. The Grocery Manufacturers Association dan Food Marketing Institute di Amerika Serikat, misalnya, telah bekerja sama dengan 25 produsen dan peritel untuk menstandarkan penggunaan dua istilah, yakni: “best if used by” untuk menunjukkan tanggal kualitas atau rasa terbaik “use by” untuk memberi tahu tanggal saat itu makanan tersebut harus benar-benar dibuang.
Makanan kaleng pada umumnya dapat bertahan 2 hingga 5 tahun, sementara makanan asam tinggi dapat bertahan hingga 18 bulan, demikian menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA). Penyok atau tonjolan pada kaleng juga bisa menjadi sebagai indikator pembusukan makanan kemasan.
Sementara itu, makanan yang tidak mudah rusak seperti biji-bijian dan makanan kaleng bertahan lebih lama dari labelnya. Makanan yang mudah rusak seperti daging, susu, dan telur memiliki masa pakai yang lebih pendek. Sana Mujahid, Ph.D., dari Consumer Reports, menyarankan konsumen untuk mempercayai pancaindera dalam mendeteksi pembusukan, yang ditandai dengan perubahan tekstur, warna, bau, dan rasa.
Penyakit bawaan dari makanan olahan juga sebenarnya lebih banyak berasal dari kontaminasi, dan bukan pembusukan. Menyimpan makanan yang mudah rusak di lemari pendingin dengan benar sangat penting (di bawah 4° C). Lalu buang bahan makanan yang mudah rusak setelah 2 jam jika tersimpan pada suhu kamar, atau 1 jam dalam suhu tinggi. Jaga kebersihan dan hindari kontaminasi silang dalam persiapan makanan.[]
Sumber:
“How to Tell Whether Expired Food Is Safe to Eat.” 2021. Consumer Reports. September 27, 2021. https://www.consumerreports.org/health/food-safety/how-to-tell-whether-expired-food-is-safe-to-eat-a1083080425/.