Skip to main content
  • Administrator

“Size Does Matter”: Makin Besar, Makin Mudah Dikelola

Pengelolaan sampah plastik dilakukan dalam tiga cara, yaitu pembatasan, penggunaan kembali, dan pendaur ulangan. Ketiganya dapat memicu aktivitas ekonomi yang biasa disebut dengan “ekonomi sirkular”. Sirkular di sini dimaksud sebagai antitesis bagi ekonomi linear, dimana konsumsi tak lantas berujung pada limbah atau sampah tapi pada pemanfaatan kembali material yang ada, baik sebagai produk yang sama ataupun baru.

Pada prinsipnya, hampir semua plastik dapat didaur ulang. Namun, dalam praktiknya, ada sejumlah hambatan yang dapat mengganggu proses itu. Hambatan itu antara lain, sulitnya pengumpulan (collecting), terkontaminasi oleh zat lain, dan karakteristik jenis plastik tertentu.

Kemudahan pada proses pengumpulan penting karena dapat menimalisasi faktor-faktor yang menambah volume sampah plastik, seperti tercecer dan terkontaminasi. Nah, produk berbahan plastik yang berukuran kecil sangat sulit untuk dikumpulkan saat menjadi sampah. Mereka mudah tercecer lalu mengotori lingkungan.

Maka, ukuran kecil justru berpotensi besar menjadi polutan.

Oleh karena itu, sampah plastik seperti gelas air minum dalam kemasan 220 mililiter (termasuk penutupnya), sedotan (termasuk pembungkusnya), dan saset menimbulkan masalah besar bagi lingkungan. Pemerintah, melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, akan melarang saset (ukuran kurang dari 50 mililiter atau 50 gram) dan sedotan plastik pada 1 Januari 2030. Peraturan yang sama juga akan mewajibkan produsen membuat kemasan botol plastik untuk air minum paling kecil 1 liter pada 1 Januari 2030.

“Produsen bisa ikut mempermudah pengelolaan sampah plastik dengan memperbesar ukuran produk (size up), sehingga mudah dikumpulkan dan dimanfaatkan kembali,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rosa Vivien Ratnawati.

Lalu, karena berukuran kecil, sampah-sampah plastik itu kerap terkontaminasi dengan bahan lain, seperti limbah makanan, zat pewarna, dan zat lainnya. Kondisi ini menyebabkannya tidak lagi bernilai ekonomis untuk didaur ulang karena prosesnya bakal sulit dan mahal.

Selain itu, dari 5 jenis plastik yang dapat didaur ulang, polypropylene (jenis plastik nomor 5) merupakan jenis yang proses daur ulangnya terbatas. Selain karena sulitnya dikumpulkan dan tingginya risiko terkontaminasi oleh zat lain, polypropylene juga membutuhkan proses daur ulang yang tidak konvensional.

Daur ulang polypropylene sulit dan mahal. Dalam banyak kasus, porsesnya juga sulit untuk menghilangkan bau yang terkandung dalam jenis plastik ini. Selain itu, hasil daur ulang polypropylene biasanya berwarna hitam atau abu-abu, sehingga tidak cocok untuk dibuat menjadi kemasan kembali.

Selain digunakan untuk produk gelas air minum dalam kemasan (ukuran 220 mililiter), sedotan, dan saset, polypropylene juga banyak dibuat menjadi wadah mentega, tutup botol, botol kecap, dan pot plastik. Jadi, meskipun berhasil dikumpulkan, produk jenis plastik ini berpotensi besar memenuhi tempat pembuangan akhir sebagai timbulan sampah yang tak bisa dimanfaatkan kembali.

Kondisi polypropylene berbeda dengan polyethylene terephtalate atau PET (jenis plastik nomor 1), yang biasa kita lihat pada botol air minum dalam kemasan atau galon sekali pakai. Selain menjadi jenis plastik yang paling banyak digunakan di seluruh dunia (karena kemampuannya mencegah oksigen masuk dan merusak produk di dalam), PET memiliki jejak rekam daur ulang yang sangat positif sebagai pemegang rekor angka daur ulang terbanyak di dunia.

Sebagian besar plastik PET biasanya didaur ulang menjadi produk-produk tekstil, seperti kaos, kemeja, ransel, dan bahkan karpet. Proses daur ulangnya mentransformasi PET menjadi serpihan-serpihan yang kemudian dapat dipintal sebagai benang.

Tapi, lebih penting daripada itu, botol atau galon PET juga dapat didaur ulang menjadi botol dan galon PET kembali. Pada kenyataannya PET menjadi salah satu dari sedikit plastik yang dapat didaur ulang menjadi bentuk yang sama, lagi dan lagi.

Penting bagi produsen untuk memikirkan proses daur ulang dalam kerangka ekonomi sirkular dalam tahapan desain produk mereka, seperti pemilihan jenis plastik dan penentuan ukuran kemasan. Itu merupakan bagian dari extended producers responsibility (EPR), yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri KLHK di atas.

Terlebih, berdasarkan data yang diolah dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Asosiasi Plastik Indonesia (Inaplas), konsumsi bahan baku plastik nasional sudah mencapai 5,63 juta ton. Pada tahun-tahun mendatang, konsumsi bahan baku plastik bahkan diprediksi bisa mencapai lebih daripada 7 juta ton.

Sementara itu, angka daur ulang plastik di Indonesia baru mencapai 17,4 persen atau sekitar 1 juta ton (dengan plastik PET mencapai 70 persen). Dengan angka plastik yang masih digunakan kembali sekitar 53,2 persen atau sekitar 3,06 juta ton, maka masih ada limbah atau sampah plastik sebesar 1,69 juta ton yang berakhir di tempat pembuangan akhir atau tercecer mengotori lingkungan.

Padahal, jika produsen mempertimbangkan desain produknya sejak awal (seperti menghindari ukuran kecil dan jenis plastik tertentu), sampah plastik bisa dengan mudah dikumpulkan, didaur ulang, dan dikelola dengan baik. Apabila kondisi ini yang terjadi, ekonomi sirkular di Indonesia pun bisa tumbuh pesat dan memberi dampak ekonomi yang signifikan bagi masyarakat.[]

Daftar Bacaan

“Plastic Recycling Factsheet”. EuRIC AISBL—Recycling: Bridging Circular Economy and Climate Policy. Diambil dari https://circulareconomy.europa.eu/platform/sites/default/files/euric_-_plastic_recycling_fact_sheet.pdf pada 12 Oktober 2022.

“Which Plastic Can Be Recycled?”. (20 May 2021). Plastic for Change. Diambil dari https://www.plasticsforchange.org/blog/which-plastic-can-be-recycled pada 12 Oktober 2022.

“KLHK Dorong Produsen Perbesar Kemasan Plastik”. (20 Agustus 2022). Tempo.co. Diambil dari https://nasional.tempo.co/read/1624863/klhk-dorong-produsen-perbesar-kemasan-plastik pada 12 Oktober 2022.

daur ulang, pengelolaan sampah, pengelolaan plastik