Enzim Mulai Dipakai Untuk Urai Plastik PET dalam Skala Industri
Pada 2010, Sintawee Sulaiman memulai peran awalnya sebagai peneliti di Universitas Osaka, Jepang. Tugas utamanya adalah bereksperimen dengan enzim yang berasal dari daun-daun yang membusuk di taman terdekat. Enzim ini, yang diberi nama Leaf-Branch Compost Cutinase (LCC), diketahui mampu memecah lapisan pelindung pada daun. Sulaiman kemudian memanfaatkannya untuk mengetahui apakah enzim itu bisa mendegradasi plastik.
Penemuan yang menarik terjadi ketika Sulaiman menguji LCC pada pecahan plastik dari kemasan headphone. Setelah merendamnya dalam air yang mengandung LCC semalaman, ia mengamati adanya degradasi yang nyata pada pagi harinya.
Plastik itu dari jenis PET (polietilena tereftalat). PET adalah polimer yang dibentuk oleh monomer yang terkait sangat erat. Meskipun secara alami mampu mengurai polimer seperti selulosa di alam, enzim memiliki paparan terbatas terhadap plastik, sehingga membuat bahan-bahan ini tidak dapat terurai secara hayati.
Namun, enzim dari daun-daun yang membusuk itu ternyata mampu memecah PET sebagaimana ditemukan oleh Sintawee Sulaiman.
Delapan tahun kemudian, sejumlah peneliti pun mampu meningkatkan kapasitas enzim LCC. Peneliti, seperti Profesor Alain Marty dari Universitas Toulouse, Prancis, mengubah LCC menjadi LCCICCG, enzim pengurai PET yang lebih kuat dan mahir.
Enzim yang telah dimodifikasi itu dapat mengurai PET menjadi monomer-monomer dasarnya, layaknya kita membongkar kalung mutiara. Marty, yang kini menjabat sebagai Kepala Saintis di Carbios, menggambarkan proses ini seperti menggunakan gunting molekuler untuk memutus ikatan dan mengambil kembali mutiara-mutiara tersebut untuk dijual kembali.
Carbios adalah perusahaan yang memiliki fasilitas percobaan di Clermont-Ferrand, Perancis. Fasilitas ini menyerupai tempat pembuatan kopi mikro, yang memiliki reaktor besar dan peralatan lain untuk memproses PET. Komponen penting dari operasi mereka adalah mendaur ulang pakaian yang kaya akan poliester, kontributor utama limbah tekstil global.
Mesin terbesar di fasilitas itu bekerja merobek-robek limbah pakaian dan kemudian dengan cermat melepaskan kancing dan payet. Potongan-potongan kain yang berhasil melewati proses ini kemudian dimasukkan ke dalam mesin lain di mana mereka diubah menjadi pelet lembut. Gunungan pecahan dari botol plastik juga melewati mesin yang sama, untuk diubah menjadi pelet. Langkah ini meningkatkan luas permukaan material dan melemahkan ikatan molekul plastik.
Hingga 2025, Carbios bertujuan meningkatkan operasinya secara eksponensial, merencanakan sebuah pabrik di timur laut Prancis dengan kapasitas untuk mendaur ulang 50.000 ton limbah PET setiap tahun. Volume ini setara dengan 300 juta kaos atau dua miliar botol. Carbios bermaksud melisensikan teknologi ini ke perushaan-perusahaan lain, yang berpotensi memperluas dampaknya. Konsorsium mereka sendiri sebenarnya mencakup merek-merek besar seperti Nestle, L’Oreal, dan PepsiCo.
Keuntungan signifikan dari proses di Carbios adalah produksi ulang monomer kimia yang dibutuhkan oleh produsen plastik. Namun, tantangannya terletak pada biaya. Ini karena monomer daur ulang ini sekitar 60% lebih mahal daripada yang berasal dari petrokimia. Emmanuel Ladent, CEO Carbios, mengatakan bahwa seiring dengan meningkatnya ketersediaan bahan baku, maka biaya produksi akan menurun, terutama dengan adanya potensi penerapan pajak karbon.
“Seiring berjalannya waktu, kami akan mendapatkan akses ke lebih banyak bahan baku,” kata Emmanuel. “Jadi biaya bahan baku akan turun karena kami memiliki akses ke bahan baku yang saat ini lebih banyak dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan akhir.”
Sementara Carbios menjadi perintis di bidang ini, tim peneliti lain juga mengeksplorasi daur ulang PET dengan enzim yang berbeda. Namun, meningkatkan skala proses enzim ini masih menjadi tantangan. Profesor Andy Pickford dari Pusat Inovasi Enzim Universitas Portsmouth mengapresiasi upaya rintisan Carbios, dengan harapan hal ini akan menginspirasi adopsi yang lebih luas dari teknologi tersebut.
Namun, optimisme untuk mendaur ulang jenis plastik lainnya masih belum bisa dipastikan. Ini karena beberapa jenis plastik (tidak seperti PET) tidak akan pernah bisa didaur ulang. Mengingat laporan OECD bahwa kurang dari 10% plastik global didaur ulang, dengan setengahnya berakhir di tempat pembuangan akhir, maka kemajuan apa pun di bidang ini sangatlah penting.
Carbios juga sedang meneliti enzim untuk plastik yang lebih kompleks seperti nilon. Sintawee Sulaiman, peneliti yang pertama kali mengamati potensi LCC dalam mengurai plastik, tetap berharap akan dampak positif dari penemuannya terhadap dunia. Eksperimen awalnya dengan kemasan headphone kini telah berkembang menjadi solusi global yang potensial untuk sampah plastik.
“Saya merasa sangat beruntung bisa menemukan LCC,” katanya. “Dan saya sangat berharap dapat membantu dunia untuk mengubah dirinya menjadi tempat yang lebih baik.”[]
Sumber:
Kremer, William. “The T-Shirt Chewing Enzyme Ready to Tackle Plastic Waste”. 28 November 2023. BBC. https://www.bbc.com/news/business-67496717.