Mengenal Ekonomi Sirkular
Ekonomi Sirkular adalah sebuah konsep yang menggambarkan alternatif dari ekonomi tradisional yang linear: sumber daya diekstraksi, digunakan, dan kemudian dibuang sebagai limbah atau sampah. Ekonomi sirkular bertujuan menjaga sumber daya tetap digunakan selama mungkin, mengekstrak nilai dari sumber daya tersebut semaksimal mungkin, dan lalu memulihkan serta meregenerasinya di akhir masa pakai.
Gagasan di balik ekonomi sirkular adalah menciptakan closed-loop (siklus tertutup) dari perjalanan material dan energi, mengurangi limbah dan emisi, serta menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan tangguh. Semua ini dicapai melalui kombinasi desain, inovasi, dan sistem pemikiran, serta melibatkan pergeseran kultur dari “ambil-pakai-buang” ke kultur yang memprioritaskan penggunaan kembali dan regenerasi bahan serta energi.
Sejarah konsep ekonomi sirkular
Konsep ekonomi sirkular adalah pendekatan interdisipliner yang berasal dari berbagai aliran pemikiran, termasuk ekologi industri, biomimikri, dan desain cradle-to-cradle. Konsep-konsep ini berfokus pada meminimalkan limbah dan memaksimalkan efisiensi sumber daya dengan mempertimbangkan seluruh siklus hidup produk atau sistem, mulai dari ekstraksi bahan baku hingga pembuangan akhir masa pakai.
Ekonomi sirkular dianggap telah dipengaruhi oleh sejumlah teoritisi ekonomi. Salah satunya adalah Kenneth E. Boulding. Dalam esainya yang berjudul “The Economics of the Coming Spaceship Earth”, Boulding berpendapat bahwa sistem ekonomi sirkular diperlukan untuk menjaga keberlanjutan kehidupan manusia di Bumi.
Kemudian istilah “ekonomi sirkular” mulai dipopulerkan pada akhir 1990-an oleh Walter R. Stahel, seorang arsitek dan ekonom asal Swiss. Di Eropa dan Amerika Serikat, konsep ini kian dikembangkan antara lain oleh Ellen MacArthur, seorang pelaut dan aktivis lingkungan melalui Ellen MacArthur Foundation yang dia dirikan pada 2010.
Konsep ekonomi sirkular sebenarnya juga berakar dari gerakan lingkungan pada 1960-an dan 1970-an, yang menyerukan penggunaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan dan adil. Namun, baru pada akhir 1990-an dan awal 2000-an, istilah “ekonomi sirkular” mulai digunakan secara luas dan konsep ini mulai mendapatkan pengakuan sebagai alternatif yang layak untuk model pertumbuhan ekonomi tradisional yang linear.
Konsep-konsep kunci ekonomi sirkular
1. Sistem closed-loop. Tujuan sistem ini adalah menjaga sumber daya tetap digunakan selama mungkin dan mengurangi limbah dengan menggunakan kembali bahan dan energi. Hal ini dicapai sejak proses desain, inovasi, hingga kolaborasi di antara berbagai pemangku kepentingan.
2. Efisiensi material dan energi. Ekonomi sirkular menekankan penggunaan material dan energi secara efisien, mengurangi limbah dan emisi, serta meningkatkan produktivitas sumber daya.
3. Desain produk. Desain produk memainkan peran penting dalam ekonomi sirkular dengan menciptakan produk yang mudah diperbaiki, diperbaharui, digunakan kembali, dan didaur ulang.
4. Model bisnis sirkular. Ekonomi sirkular membutuhkan pergeseran dari model bisnis tradisional yang linear ke model bisnis yang memprioritaskan penggunaan kembali sumber daya dan meminimalkan limbah.
5. Perubahan sistemik. Ekonomi sirkular membutuhkan perubahan sistemik, yang melibatkan bisnis, pemerintah, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan lainnya. Termasuk dalam perubahan ini adalah perubahan dari “budaya membuang” ke “budaya menggunakan kembali” dan “budaya mendaur ulang”.
6. Regeneratif dengan desain. Ekonomi sirkular berupaya meregenerasi sistem sumber daya alam, bukan sekadar mengurangi dampak negatifnya, melalui desain produk, proses, dan model bisnis.
7. Pemikiran sistemik. Pendekatan ekonomi sirkular melibatkan pertimbangan seluruh siklus hidup bahan dan energi, mulai dari ekstraksi dan produksi hingga penggunaan dan akhir masa pakainya, untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan tangguh.
Dengan merangkul konsep-konsep tersebut, ekonomi sirkular bertujuan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan tangguh, mengurangi limbah, emisi, dan penipisan sumber daya alam, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan lingkungan.
Salah satu contoh model bisnis ekonomi sirkular adalah ekonomi berbagi (sharing economy). Ekonomi berbagi didasarkan pada prinsip berbagi aset yang kurang dimanfaatkan, seperti mobil, rumah, dan peralatan, alih-alih memilikinya. Hal ini mengurangi kebutuhan akan ekstraksi dan produksi sumber daya baru dan memaksimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Contoh lainnya adalah model rantai pasokan closed-loop. Salah satu perusahaan yang telah berhasil menerapkan model ini adalah produsen pakaian olahraga Patagonia. Patagonia mendaur ulang pakaian bekas merek mereka dan mengubahnya menjadi produk baru.
Contoh lainnya adalah perusahaan Belanda, Philips, yang telah menerapkan model bisnis sirkular untuk produk lampu mereka. Philips mengumpulkan produk lampu bekas dan mendaur ulang bahannya untuk membuat produk baru, sehingga mengurangi limbah dan permintaan ekstraksi sumber daya baru.
Itu hanyalah beberapa contoh, tetapi masih banyak lagi perusahaan dan inisiatif yang mengeksplorasi dan menerapkan model bisnis ekonomi sirkular di berbagai sektor dan industri. Kuncinya adalah merancang produk dan layanan yang memprioritaskan penggunaan sumber daya secara efisien dan meminimalkan limbah, sekaligus menciptakan nilai ekonomi.
Ekonomi sirkular dan industri FMCG
Ekonomi sirkular juga menjadi penting bagi industri FMCG karena industri di sektor ini dapat mengambil manfaat dari prinsip dan praktik ekonomi sirkular. Apalagi, produk FMCG biasanya dirancang untuk sekali pakai dan memiliki masa pakai yang relatif singkat.
Dengan mempraktikkan ekonomi sirkular, industri FMCG dapat merancang produk yang lebih mudah diperbaiki, digunakan kembali, diperbarui, dan didaur ulang, sehingga mengurangi permintaan ekstraksi sumber daya baru dan meminimalkan limbah. Mereka juga dapat mengembangkan sistem closed-loop yang menangkap dan menggunakan kembali bahan dan energi, mengurangi emisi dan melestarikan sumber daya.
Selain itu, industri FMCG dapat mengeksplorasi model bisnis baru, seperti “product-as-a-service”. Misalnya, alih-alih menjual produk, perusahaan dapat “menyewakannya” kepada pelanggan. Pelanggan kemudian mengembalikannya di akhir masa pakai sehingga dapat diperbaharui dan digunakan kembali.
Masalah-masalah dalam ekonomi sirkular
Meskipun konsep ekonomi sirkular tampak ideal, terdapat sejumlah tantangan dalam praktiknya. Beberapa masalah utama meliputi:
1. Perubahan sistemik. Menerapkan ekonomi sirkular membutuhkan perubahan sistemik dan pergeseran budaya serta pola pikir, baik di dalam perusahaan maupun di seluruh industri, rantai pasokan, dan konsumen. Hal ini dapat menjadi proses yang kompleks dan sulit sehingga membutuhkan pemahaman dan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan.
2. Infrastruktur dan teknologi. Untuk menciptakan sistem closed-loop, infrastruktur dan teknologi baru diperlukan. Ini bisa menjadi investasi yang mahal, terutama bagi perusahaan dan industri yang terbiasa dengan model tradisional linear.
3. Pengembangan pasar. Meskipun ekonomi sirkular menawarkan banyak manfaat, pasarnya tak mudah untuk dikembangkan. Ini antara lain disebabkan kurangnya kesadaran dan permintaan konsumen, serta tantangan yang berkaitan dengan harga, pembiayaan, dan regulasi.
4. Inovasi model bisnis. Ekonomi sirkular membutuhkan model bisnis baru yang memprioritaskan penggunaan sumber daya secara efisien dan meminimalkan limbah. Hal ini dapat menjadi tantangan bagi perusahaan yang terbiasa dengan model bisnis tradisional linear dan mungkin memerlukan investasi yang mahal dalam penelitian dan pengembangan.
5. Regulasi dan kebijakan. Ekonomi sirkular membutuhkan regulasi dan kerangka kerja kebijakan yang mendukung dengan memberi insentif dan memungkinkan transisi ke sistem ekonomi ini. Ini bisa menjadi proses yang kompleks dan menantang, terutama karena tidak adanya kerangka kerja kebijakan yang konsisten dan koheren di tingkat nasional dan internasional.
Kritik terhadap ekonomi sirkular
Karena berbagai masalah yang muncul di atas, ekonomi sirkular menghadapi sejumlah kritik. Beberapa kritik utama yang ditujukan kepada ekonomi sirkular antara lain:
1. Ruang lingkup terbatas. Beberapa orang berpendapat bahwa ekonomi sirkular memiliki cakupan yang terbatas, hanya berfokus pada material dan energi, dan mengabaikan isu-isu lingkungan dan sosial yang lebih luas, seperti ketidaksetaraan akses kepada sumber daya di antara penduduk negara maju dan negara berkembang.
2. Kelangsungan hidup yang belum terbukti. Meskipun ekonomi sirkular menawarkan banyak manfaat, beberapa pihak berpandangan bahwa ekonomi sirkular belum terbukti dapat diterapkan dalam skala industri atau bisnis besar, terutama dalam hal kelayakan ekonomi dan komersialnya.
3. Greenwashing. Muncul kekhawatiran bahwa ekonomi sirkular hanya digunakan oleh beberapa perusahaan sebagai cara untuk melakukan greenwashing terhadap operasi mereka demi semata meningkatkan citra mereka, tanpa melakukan perubahan nyata pada praktik bisnis mereka.
4. Kompleksitas. Ekonomi sirkular adalah konsep kompleks yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan membutuhkan investasi yang signifikan dalam penelitian dan pengembangan, infrastruktur, dan teknologi. Beberapa orang memandang kompleksitas ini membuatnya sulit untuk diterapkan dan dikembangkan.
5. Kegagalan pasar. Ekonomi sirkular membutuhkan pengembangan pasar dan model bisnis baru, yang mungkin terhambat oleh kegagalan pasar, terutama karena tidak adanya regulasi dan kerangka kebijakan politik yang mendukung.
Circular washing
Selain istilah greenwashing, muncul pula istilah circular washing, yang antara lain dipopulerkan oleh Fabio Iraldo, seorang profesor dari Sant’Anna - Istituto di Management di Pisa, Italia. Menurut Fabio, circular washing adalah praktik yang bahkan lebih menipu daripada greenwashing. Ini karena tidak semua proses yang disebut sirkular secara inheren positif bagi lingkungan.
Ekonomi sirkular bertujuan meminimalkan penggunaan sumber daya dan mengurangi dampak lingkungan dari produk, proses, atau perusahaan. Namun, menurut Fabio, para pemangku kepentingan, termasuk perusahaan, spesialis, konsultan, dan pembuat kebijakan, cenderung menyederhanakan definisi tersebut. Mereka seringkali secara naluriah mendefinisikan proses sirkular sebagai proses yang menutup lingkaran atau siklus melalui penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), atau pengurangan (reduce) bahan yang pada akhirnya akan menjadi limbah. Pemahaman tentang proses sirkular seperti ini segera memicu logika penghematan sumber daya tetapi seringkali mengabaikan aspek penting dari manfaat lingkungan.
Fabio memberi satu contoh sederhana. Daur ulang kertas kadang mengharuskan penggunaan klorin untuk menghilangkan tinta. Pelepasan klorin ke lingkungan pada akhirnya menghilangkan manfaat dari daur ulang limbah kertas. Menurutnya, dalam banyak kasus, solusi yang tampaknya efisien dari perspektif ekonomi sirkular sebenarnya memiliki dampak lingkungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan proses yang ingin digantikan.
Lebih jauh, menurut Fabio, circular washing bahkan seringkali merupakan praktik yang tidak disengaja dilakukan oleh sebagian besar perusahaan. Para pengusaha telah menginvestasikan sumber daya signifikan dalam upaya melakukan ekonomi sirkular, dengan tujuan membuat produk mereka lebih kompetitif. Oleh karena itu, mereka mengandalkan tenaga pemasaran profesional untuk mempromosikan semua itu. Namun, para profesional pemasaran ini seringkali memiliki waktu yang terbatas dan hanya berfokus pada apa yang tampak logis, tanpa mempelajari lebih dalam tentang dampak lingkungan yang sebenarnya dari produk atau proses yang mereka promosikan.
Untuk mengatasi masalah ini, Fabio mengusulkan perusahaan harus dilengkapi dengan “alat” untuk mengenali dan membedakan antara praktik ekonomi sirkular yang sejati dengan praktik ekonomi sirkular yang hanya terlihat sirkular tetapi tidak bermanfaat bagi lingkungan. “Alat-alat” ini seharusnya tidak hanya memengaruhi strategi komunikasi tetapi, yang lebih penting, menginformasikan perencanaan dan pilihan produksi. Dengan mengadopsi pendekatan yang lebih komprehensif untuk memahami dampak lingkungan dari solusi ekonomi sirkular, perusahaan dapat menghindari circular washing yang tidak disengaja dan memastikan bahwa produk dan proses mereka benar-benar sirkular dan ramah lingkungan.
Alat yang dimaksud Fabio adalah kerangka kerja Penilaian Siklus Hidup (Life Cycle Assessment—LCA) atau sistem lain yang menggunakan kerangka kerja serupa. LCA bisa memberi informasi metodologis yang kuat kepada perusahaan, sehingga memungkinkan mereka untuk menentukan apakah inovasi tertentu memiliki dampak lingkungan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan versi sebelumnya. LCA bisa menginformasikan manfaat yang pasti dari suatu proses sirkular, terutama bagi lingkungan. Dengan LCA, perusahaan dapat dengan percaya diri mengomunikasikan langkah-langkah ekonomi sirkularnya kepada konsumen dan menghindari circular washing yang tidak disengaja.[]
Sumber:
Ellen MacArthur Foundation. 2017. “Let’s Build a Circular Economy.” Ellenmacarthurfoundation.org. 2017. https://ellenmacarthurfoundation.org/.
Marino, Giorgia. 15 Januari 2023. “Circular Washing: How to Recognise It to Avoid It.” Renewable Matter. https://www.renewablematter.eu/articles/article/circular-washing-how-to-recognise-it-to-avoid-it.