Skip to main content
  • Administrator

Penelitian: Kemasan AMDK Bukan Sumber Mikroplastik

Hasil penelitian yang dilakukan para peneliti dari Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, bekerja sama dengan FMCG Insights, menemukan bahwa polimer mikroplastik yang ada di dalam air minum dalam kemasan (AMDK) sebagian besarnya tidak sama dengan polimer yang digunakan dalam pembuatan kemasan AMDK. Penemuan ini menyimpulkan bahwa kemasan plastik AMDK bukanlah sumber kontaminasi mikroplastik. Para peneliti menyatakan patut diduga mikroplastik berasal dari udara saat proses pengemasan AMDK dilakukan dan dari sumber air baku.

Menurut salah satu peneliti, Khusnul Yaqin, penemuan timnya bersesuaian dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sherri A Mason dari State University of New York, Fredonia, Amerika Serikat (2018), Xue-jun Zhou dari Zhe Jiang Institute of Product Quality and Safety Inspection, Hangzhou, Cina (2021), dan Anna Winkler dan dari Department of Environmental Science and Policy, University of Milan, Italia (2019). Berdasarkan hasil penelitian mereka masing-masing, baik Mason, Zhou maupun Winkler, menyatakan bahwa mikroplastik yang ditemukan di dalam AMDK tidak mungkin bersumber dari kemasannya, tapi mungkin dari partikel mikroplastik yang ada di udara pada saat proses pengemasan atau sumber air bakunya.

Khusnul dan kawan-kawan, bekerja sama dengan FMCG Insights, melakukan penelitian ini karena penelitian terhadap mikroplastik di dalam AMDK di Indonesia masih sangat jarang. Salah satu yang pernah melakukannya adalah Arif Luqman dan kawan-kawan, yang hasilnya kemudian dituangkan dalam artikel berjudul “Microplastic contamination in human stools, foods, and drinking water associated with Indonesian coastal population” pada 2021.

“Padahal, penelitian seperti yang dilakukan oleh Luqman sangat penting sebagai bahan evaluasi penggunaan kemasan plastik untuk AMDK,” kata Khusnul. “Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian pada beberapa merek AMDK dalam berbagai kemasan, terutama di wilayah Makassar.”

Penelitian Khusnul dan kawan-kawan dilakukan terhadap beberapa merek AMDK dalam berbagai bentuk kemasan, yaitu botol, galon, dan gelas.  Merek AMDK yang dipilih yaitu Aqua, Le Minerale, Vit, Cleo, dan JS.  Dari tiap-tiap merek dan kemasan diambil sampel empat buah.  Identifikasi polimer dalam penelitian ini menggunakan Fouier-Transform Infrared Spectrometer (FTIR) 8400S Shimadzu.

Hasil penelitian ini mendapati lima dari total 48 sampel tidak terkontaminasi oleh mikroplastik. Dengan kata lain, ada 89,6 persen sampel AMDK yang terkontaminasi dengan mikroplastik.

Konsentrasi partikel mikroplastik yang ditemukan berkisar antara 1,67–12,00 partikel/L.  Konsentrasi partikel mikroplastik dengan kuantitas seperti ini, menurut Khusnul, masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan yang pernah ditemukan oleh sejumlah penelitian.

Dari hasil uji statistik, diketahui bahwa mikroplastik lebih banyak ditemukan pada AMDK kemasan gelas jika dibandingkan dengan kemasan botol dan galon. Ini setidaknya menunjukkan bahwa kemasan AMDK gelas lebih rentan terhadap kontaminasi mikroplastik daripada bentuk kemasan lain.

Bentuk mikroplastik yang ditemukan adalah fiber dan fragmen. Fiber jumlahnya lebih banyak jika dibandingkan dengan fragmen secara statistik. Fiber mencapai 92,19 persen dari mikroplastik yang ditemukan dan sisanya adalah fragmen (7,81 persen).  Ukuran mikroplastik yang ditemukan untuk fiber yaitu 94,46-4.496,34 µm. Ukuran mikroplastik dalam bentuk fragmen yaitu 58,01-574,16 µm.

Sebagian mikroplastik yang mengontaminasi AMDK kemudian dianalisis polimernya dengan FTIR.  Polimer yang ditemukan pada bentuk fragmen yaitu Polyethylene chlorinated, Polyamide 66, Polypropylene, dan Polyamide 6, sedangkan pada bentuk fiber adalah Polypropylene, karet, Ethylene propylene, Polyamide 6, Polyethylene chlorinated, dan Polypropylene. 

“Dari penemuan polimer ini, dapat kita ketahui bahwa sumber mikroplastik sebagian besarnya tidak sama dengan polimer yang digunakan dalam pembuatan kemasan AMDK,” kata Khusnul.

Oleh sebab itu, Khusnul menyampaikan kesimpulan yang sama dengan Mason, Zhou, dan Winkler. Sebagian besar mikroplastik yang ditemukan di dalam AMDK tidak mungkin berasal dari kemasannya. Mikroplastik itu mungkin berasal dari udara saat pengemasan AMDK dilakukan atau dari sumber air baku yang digunakan.

Khusnul mengatakan, dampak negatif mikroplastik bagi tubuh manusia sejauh ini masih belum banyak diketahui. Sistem detokfikasi tubuh manusia juga, menurutnya, masih sanggup menyaring dan membuang kontaminasi mikroplastik pada pangan.

“Yang menjadi concern saat ini adalah keberadaan mikroplastik dalam jumlah besar di badan perairan, yang bisa berakibat fatal bagi biota laut,” kata ahli ekotoksikologi itu.

Sebagai rekomendasi hasil penelitian ini, Khusnul mengatakan, masih sangat diperlukan penelitian yang lebih ekstensif dengan menambah jumlah sampel, sehingga hasil penelitian dapat dikatakan mewakili jumlah AMDK yang beredar di pasaran.  Dia juga menyarankan penelitian tentang mikroplastik tidak hanya difokskan pada AMDK, tapi berbagai jenis minuman lain seperti jus dan susu yang dikemas dengan kemasan plastik atau kaleng serta bahkan pada air leding di rumah-rumah.

Selain mikroplastik, yang sangat penting untuk dicegah, menurut Khusnul, adalah migrasi bahan kimia berbahaya dari  plastik ke air minum.  “Bahan-bahan kimia yang digunakan sebagai bahan aditif dalam pembuatan plastik dan sudah diketahui secara ilmiah dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan ekosistemnya, seperti Bisfenol A (BPA), harus dilarang penggunaannya,” katanya.[]

amdk, mikroplastik, kemasan, penelitian