Problem Industri AMDK (2): Penipisan Sumber Air
Industri air minum dalam kemasan (AMDK) merupakan konsumen air yang signifikan, tidak hanya sebagai produk akhir tetapi juga dalam proses pembuatannya. Coca-Cola, misalnya, menggunakan sekitar 1,95 liter air untuk memproduksi satu liter produk akhir, Unilever menggunakan sekitar 3,3 liter, dan Nestle menggunakan sekitar 4,1 liter. Angka-angka ini menunjukkan volume air yang sangat besar yang digunakan dalam proses produksi dan menggarisbawahi jejak air yang tinggi dari industri ini.
Air tanah menjadi sumber utama untuk air minum dalam kemasan di seluruh dunia. Nestle Waters mengekstrak 3 juta liter air setiap hari dari Florida Springs dan Danone mengekstrak hingga 10 juta liter per hari dari Evian-les-Bains di Pegunungan Alpen Prancis. Di Cina, Hangzhou Wahaha Group mengekstrak hingga 12 juta liter setiap hari dari mata air Pegunungan Changbai. Namun, karena lebih dari 86% sumur air tanah di Cina dianggap tidak aman untuk diminum, mayoritas air minum dalam kemasan di sana bersumber dari danau dan waduk.
Di negara lain, seperti Jerman, Italia, Inggris, Kanada, dan Indonesia, antara 70 hingga 85% dari semua air minum dalam kemasan bersumber dari air tanah. Ketergantungan yang signifikan terhadap air tanah untuk produksi air minum dalam kemasan ini memunculkan kekhawatiran yang semakin meningkat. Pengambilan air tanah oleh industri air minum dalam kemasan berkontribusi kepada penipisan sumber daya air tanah, sumber daya yang sudah berada di bawah tekanan signifikan dari sektor-sektor lain.
Pada saat yang sama, lebih daripada 2 miliar orang di seluruh dunia bergantung kepada air tanah sebagai sumber air utama mereka. Selain itu, lebih daripada separuh air irigasi yang digunakan untuk budidaya pangan berasal dari akuifer. Sumber daya air yang vital ini berada di bawah tekanan yang signifikan.
Diperkirakan bahwa tingkat penyusutan tahunan air tanah global berfluktuasi antara 56 hingga 362 kilometer kubik selama tiga dekade terakhir, dengan ekstraksi yang seringkali melampaui tingkat pengisian ulang (recharge) alami. Sayangnya, sekitar 15% dari semua air tanah yang diekstraksi tidak dapat diperbaharui, yang menandakan betapa seriusnya masalah penipisan air tanah ini.
Penyusutan air tanah adalah fenomena yang tersebar luas, dengan kasus-kasus penting di beberapa wilayah seperti Cina, India, Pakistan, Amerika Serikat, Australia, Timur Tengah dan Afrika Utara, Afrika Sub-Sahara, dan Meksiko Tengah. Banyak penduduk di daerah-daerah tersebut sangat bergantung kepada air tanah.
Pertanian beririgasi tetap menjadi sektor yang paling berkontribusi kepada penipisan air tanah di seluruh dunia. Namun, industri air minum dalam kemasan juga berkontribusi. Pada 2021, Coca-Cola dan Nestle saja diperkirakan telah menyedot sekitar 300 dan 100 miliar liter air. Meskipun angka-angka ini mungkin terlihat relatif kecil dalam konteks global, dampaknya terhadap sumber daya air lokal bisa sangat signifikan.
Ada beberapa contoh di mana perusahaan air minum dalam kemasan telah beroperasi di daerah-daerah yang sudah mengalami kekurangan air minum. Kondisi inilah yang seringkali memicu konflik dengan masyarakat setempat.
Ketiadaan atau kelemahan kebijakan dan norma-norma nasional untuk pengelolaan air tanah makin memungkinkan pengambilan air tanah dalam jumlah yang signifikan oleh perusahaan AMDK, seringkali tanpa mengungkap volume yang diambil atau melakukan penilaian terhadap dampak sosial dan lingkungan. Hal ini memperparah tekanan terhadap sumber daya air setempat, sehingga diperlukan pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pengelolaan air tanah dan penyediaan air minum dalam jangka panjang.
Ekspansi global industri AMDK dalam dua dekade terakhir telah melampaui pengembangan dan implementasi peraturan perundang-undangan nasional yang efektif. Hal ini mengakibatkan tidak adanya transparansi dan akuntabilitas, dimana perusahaan-perusahaan gagal untuk mengungkapkan volume air yang diekstraksi secara terbuka atau menilai konsekuensi lingkungan dari operasi mereka. Yang lebih memalukan, ada beberapa kasus dimana perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan izin yang sudah kedaluwarsa atau mengklaim penggunaan lahan yang tidak benar, sehingga menimbulkan kemarahan warga.
Pengambilan berlebihan air tanah untuk produksi air minum dalam kemasan bisa memiliki dampak signifikan terhadap ekonomi lokal, mengganggu usaha kecil, pariwisata, pertanian, dan pasokan air publik. Pengambilan air tanah yang tidak diatur dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan, termasuk mengganggu pertanian lokal, menyebabkan kerusakan pada ekosistem alami, dan mengurangi kualitas air di akuifer.
Polusi air tanah juga dapat terjadi dari remobilisasi mineral dan polutan atau dari salinisasi air tanah. Selain itu, mengisi ulang akuifer dengan air limbah yang tidak diolah atau diolah dengan buruk dari pabrik air minum dalam kemasan dapat membahayakan kesesuaian air tanah untuk minum.
Meskipun dampak global dari praktik-praktik ini mungkin terlihat relatif kecil saat ini, terutama jika dibandingkan dengan industri lain, dampak lokalnya bisa sangat besar dan berbahaya. Situasi ini terutama terjadi di negara-negara di belahan dunia Selatan, dimana ketiadaan atau ketidakcukupan peraturan dan kebijakan air menambah tekanan lebih lanjut terhadap sumber daya air setempat. Sayangnya, hal ini tidak banyak membantu dalam mendorong penyediaan air minum jangka panjang yang berkelanjutan.[]
Sumber:
Bouhlel, Z., Köpke, J., Mina, M., and Smakhtin, V., 2023. Global Bottled Water Industry: A Review of Impacts and Trends. United Nations, University Institute for Water, Environment and Health. Hamilton: Canada.